Page 99 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 99
persilakan langsung masuk ke belakang untuk ketemu anak‐
anakku. Beliau berdualah yang banyak mengajarkan aku
untuk selalu bersyukur dengan apa yang kita dapatkan dari
Allah. Jangan pernah besar pasak daripada tiang. Kebutuhan
yang kita belanjakan jangan sampai melebihi pendapatan
yang kita peroleh, apalagi untuk kebutuhan atau barang yang
bukan kebutuhan pokok.
Kita boleh membeli kebutuhan tertier kalau memang
benar‐benar sudah mampu dan bukan karena utang. Aku
membayangkan betapa malunya aku seandainya mbak dan
masku bertanya tentang mobil baruku. Aku tahu kalau setiap
keluarga itu memiliki cara masing‐masing untuk mengatur
ekonomi rumah tangganya, tapi tak ada salahnya kalau aku
menerima nasihat baik kakakku. Aku yakin nasihat dia kepada
ku tulus. Dia tidak ingin kehidupan adiknya terbebani oleh
utang yang sebenarnya bukan untuk kebutuhan yang
mendesak.
Tanpa pikir panjang lagi, Nono aku suruh memasukkan
seluruh berkasnya ke dalam tas, dan aku membatalkan akad
kredit yang belum jadi aku tanda tangani. Suamiku pun
merasa lega aku batal mengambil kredit. Sebenarnya dia juga
tidak setuju akan keputusanku, tapi karena aku ngotot
suamikupun mengalah. Ternyata Allah menggagalkannya
dengan cara yang tak disangka‐sangka. Setelah shalat
Magrib, Nono pulang dan kami berbincang‐bincang santai.
Aku menanyakan maksud kehadiran kakakku, ternyata
tidak ada hal penting yang ingin disampaikan. Mereka hanya
ingin berkunjung karena lama tidak bertemu keponakan.
Mbak bertanya siapa tamunya tadi, aku menjawab teman
Menjadi Guru Sejahtera Tanpa Utang (Bukan Mimpi) | 91