Page 97 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 97
Sebenarnya aku juga tidak butuh membeli apa‐apa. Bagi
perempuan, memiliki uang cadangan akan membuat hati
tenang. Orang Jawa bilang untuk ayem‐ayem.
Akhirnya suamiku pun mengalah. Kami memutuskan
untuk mengambil kredit. Suamiku menelepon Nono untuk
datang ke rumah. Kami putuskan untuk mengambil kredit
dengan uang muka 100 juta rupiah diapun meminta syarat‐
syarat yang harus kami penuhi. Syaratnya cukup mudah,
hanya fotokopi KTP dan KK. Setelah aku penuhi kedua syarat
itu, ternyata masih ada syarat yang sangat sulit aku penuhi
yaitu nomor telepon famili yang bisa dihubungi. Akupun
sangat terkejut, kan malu kalau sanak saudaraku tahu
mobilku kreditan…mereka pasti akan meledek dit…dit…dit.
Akupun meminta tenggang untuk memikirkan siapa yang
aman aku mintai nomor teleponnya. Nono pun meminta aku
menggunakan nomor telepon anak pertamaku, itu artinya
aku harus mengajarkan anakku berbohong. Aku tidak setuju
dengan ide yang dilontarkan. Aku menyuruh Nono untuk
pulang karena aku tidak bisa memenuhi syarat yang dia
inginkan.
Hari berikutnya aku kedatangan tamu yang tidak lain
adalah adikku. Dia sengaja datang karena memang sudah
lama tidak bersilaturahmi ke rumahku. singkat cerita aku
mengatakan kepadanya kalau aku akan meng‐upgrade si
Mata Bagong. Aku sempat berbohong kalau aku butuh
nomor telepon dan alamatnya untuk syarat mengajukan
asuransi. Diapun mengiyakan permintaanku, bahkan dia
bercerita kalau kakak iparnya juga sering meminjam nomor
teleponnya untuk syarat meminjam uang di bank. Aku
Menjadi Guru Sejahtera Tanpa Utang (Bukan Mimpi) | 89