Page 73 - Edelweis Bayan_Neat
P. 73
Kebalikan dari hakikat, bathil tidak menetap dalam hati setelah dicari tahu, dikenali, dan dipa�
hami.
Maka, majaz pada asalnya bukan kebalikan dari hakikat. Dalam hal ini, ia melewati apa yang
menetap secara yakin (hakikat). Artinya ia melewati makna hakikat dari sesuatu, yang dalam pembaha�
san nanti sesuatu tersebut ialah lafadz atau bahasa, menuju makna lain yang dimaksud.
Jelas sekali bahwa peristilahan itu sering kali sulit dipahami ketika lepas dari konteks. Seperti
kata “sunnah” lebih mudah dipahami ketika dimasukkan pada bidang keilmuan fiqh dan hadits. Maka
dari itu, mari kita mulai membahasa hakikat majaz dalam konteks ilmu bahasa secara umum:
يلصلا� هانعَم يف لمعَتس� ام :)نييوغلل� دنع( ُةَقيقحلا •
ِ
أ
َ
“Hakikat (menurut ahli bahasa) ialah sesuatu yang digunakan pada makna asalnya.
نىعلما نم هل عضو ام زواتج ام :ملاكلا نم زاجلما •
ُ
ُ
“Majaz dari suatu perkataan artinya sesuatu (perkataan) yang melewati makna semestinya.”َ
Ketika suatu lafadz bermakna hakikat (sesuai dengan definisi yang tercantum pada kamus), lafadz
tersebut disebut dengan lafadz hakiki.
Secara tidak langsung majaz bisa dikatakan seperti “penyimpangan” (sebut saja offside) makna
yang disengaja. Sedangkan makna yang benar, atau dalam bahasa di atas makna asalnya terdapat pada
“sesuatu yang digunakan”. Nah, “sesuatu yang digunakan” dalam bahasa tidak akan terlepas dari la�
fadz.
Dalam kajian bahasa, lafadz merupakan bahasan yang dominan. Karenanya, meskipun pada
bagian ma’ani diktat dijelaskan bahwa hakikat-majaz selalu terjadi pada isnad dan lafadz, sebenarnya
(hakikatnya) isnad maupun “lafadz” tentu terjadi melalui lafadz. Lafadz seperti yang diutarakan terda�
hulu sudah jelas lafadz, sedangkan isnad tidak akan terjadi kalau tidak diredaksikan melalui susunan
(tarkib) musnad-musnad ilaih yang merupakan lafadz.
Sudah kita ketahui dalam jurumiyyah bahwa lafadz ialah:
ةيئاجهل� فورح ضعَب ىلع لمتشمل� توصل� وه ظفلل�
“Lafadz ialah suara yang meliputi sebagian huruf hijaiyyah”
Ketika suara yang keluar dari mulut ialah huruf hijaiyyah maka ia lafadz. Pun tulisan jika tidak
berupa huruf hijaiyyah tapi gambar atau huruf yang tak bisa dipahami maka tidak disebut lafadz.
Kemudian, karena hakikat-majaz yang terjadi pada lafadz (yakni kata atau kalimat) itu terja�
di pada bagian yang dominan dari pembahasan bahasa, maka terjadilah taghlib (dominasi). Seakan
hakikat-majaz lafdz itu terjadi pada keseluruhan bahasa. Sehingga, disebutlah bagian ini dengan haki�
kat-majaz lughawi. Padahal isnad juga masih bagian dari bahasa.
Sedangkan hakikat-majaz yang terjadi pada isnad disebut hakikat-majaz ‘aqli. Padahal hubun�
gan isnad antara fi’il dkk, dengan fa’il-nya merupakan susunan lafadz yang merupakan bagian bahasa
juga. Tapi karena ada taghlib penggunaan akal pada hakikat-majaz isnad, maka disebutlah hakikat-ma�
jaz ‘aqli. Atau dalam bagian ma’ani diktat
Buku Ajar Edelweis Bayan 71