Page 20 - KUMPULAN_CERPEN_FLIPPING BOOK
P. 20
Amir dan Suara Sumbang di
Tenda Terpal
Ahmad Efendi Yunianto*
Ia seharusnya sudah berada di rumah. Istrinya tengah
menunggu. Pria ini telah berjanji akan mengantar sang istri,
menjenguk mertuanya yang tengah sakit selepas Isya tadi. Tapi,
apa mau dikata, bukan kehangatan keluarga atau obrolan-
obrolan santai dengan saudara, ia kini justru harus duduk
bersama tukang becak, penjual angkringan, dan para tukang
ojek pengkolan yang sepi penumpang, di bawah atap terpal,
dengan hujan yang semakin deras.
Amir, begitu ia biasa dipanggil, sungguh apes malam itu.
Punggungnya basah dengan peluh keringat, bercampur kuyup air
hujan yang sejak Magrib tadi mengguyur Kota Jakarta. Nafasnya
terengah, hampir habis. Kedua lututnya memar. Dan sudah tentu
gawainya mati karena terkena air, tak dapat menghubungi siapa
pun.
“Payah.” Keluhnya dalam hati. Ia mengeluhkan tenaganya,
yang harusnya untuk ukuran pria empat puluh tahun, kaki dan
nafasnya masih kuat untuk adu sprint dengan anak-anak. Tapi
malam ini, ia pontang-panting, dibikin kepayahan oleh bocah
yang menjambretnya.
12 Kumpulan Cerpen