Page 135 - 20201219 - Tempo - Korupsi Bansos Kubu Banteng
P. 135

12/20/2020                                 HAM dalam Reuni Organisisme-Developmentalisme
                     itu boleh jadi ia berpandangan bahwa demokrasi dengan sendirinya memberikan
                     jaminan hak asasi. Kedua, hak asasi tidak perlu dijamin di konstitusi karena,
                     selama rakyat sebagai satu totalitas terefleksikan kepentingannya di dalam negara,

                     otomatis hak bukan lagi suatu masalah.


                     Argumen pertama menyiratkan pandangan demokratik yang kosmopolitan ketika
                     hak asasi dan demokrasi diterima dalam k  Sementara itu, tafsir kedua
                     menyiratkan pandangan yang lebih condong pada gagasan politik komunitarian

                     ketika hak asasi ditolak oleh suatu pandangan partikular mengenai kedaulatan
                     rakyat. Melihat suasana sidang BPUPK saat itu yang dipengarnhi rezim fasis
                     Jepang, tafsir kedua tampaknya yang lebih mungkin.


                     Terlepas dari penolakan Sukarno, pertanyaan Maria Ulfah itu telah membuka

                     pikiran akan pentingnya ideal hak asasi manusia dalam debat pendirian negara.
                     Dalam sidang-sidang selanjutnya, Soepomo dan Sukarno terns mengesampingkan
                     hak asasi dari konstitusi, tapi Hatta secara gigih menekankan pentingnya hak-hak

                     untuk melindungi warga negara diatur di dalam konstitusi. Akhirnya, meski tidak
                     banyak, pasal mengenai hak terntama hak berserikat dan berkumpul serta hak
                     menyatakan pendapat bisa dimasukkan ke konstitusi pertama Indonesia.


                     Perdebatan yang diwarisi gagasan Maria Ulfah dan Hatta, Sukarno, serta
                     Soepomo terns mengalir dalam lintasan sejarah hingga sekarang. Kita tahu, pada

                     akhirnya di atas kertas pendirian Maria Ulfah dan Hatta tampil sebagai pemenang
                     dalam konstitusi kita hari ini. Undang-Undang Da  1945 Indonesia pasca­

                     amendemen telah memiliki pasal-pasal yang memberikan jaminan prinsipiil hak­
                     hak asasi manusia di dalamnya. Indonesia telah meratifikasi pelbagai

                     instrumen utama HAM. Secara normatif, Indonesia pasca-reformasi adalah negara

                     yang mengakui prinsip-prinsip utama HAM. Namun, dalam praktiknya,
                     penolakan terhadap ideal-ideal hak asasi manusia terns muncul dan kini malah
                     menguat.


                     Penolakan substansial terhadap hak asasi bisa datang dai pelbagai arah: populisme

                     agama, fasisme, dan pandangan partikularisme kebudayaan. Namun, untuk
                     konteks Indonesia, penolakan terhadap hak asasi manusia banyak bersumber dari
                     gagasan negara kekeluargaan di Indonesia.


                     Negara kekeluargaan, kata David Bourchier, dibangun berdasarkan ide organisis
                     yang mengutamakan persatuan, kekeluargaan, dan totalitas. Di dalam

                     organisisme, yang diutamakan dan yang dianggap baik, sesuai, dan selaras dengan
                     kepentingan nasional adalah "yang menyeluruh", yang total. Itu sebabnya,

                     kebebasan dan hak-hak individual yang mernpakan inti dari hak asasi manusia
                     sulit diakui, dianggap burnk, menyimpang, bahkan pernah subversif.




      read ://https _ majalah. tempo.co/?url=https%3A %2F%2Fmajalah. tempo.co%2Fread%2Fkolom%2F 162152%2Fkolom-robertus-robet-ham-dalam-re. . .  2/5
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140