Page 84 - 20201219 - Tempo - Korupsi Bansos Kubu Banteng
P. 84
12/20/2020 Maju Mundur Mengakhiri lndustri dan Pertanian Tembakau di Indonesia - Ekonomi dan Bisnis - majalah.tempo.co
Abdillah dan timnya lalu berkeliling ke daerah penghasil tembakau dan industri
rokok. Dari studi lapangan tersebut, Abdillah menyimpulkan ada dua solusi bagi
mereka yang terkena dampak pengendalian tembakau. Salah satunya opsi
bertahan bagi para petani dan buruh yang ingin tetap bekerja di sektor
pertembakauan. Caranya: mendesak kementerian teknis agar meningkatkan
kemampuan mereka baik dalam produksi tembakau maupun penguatan pasar.
Pengendalian tembakau impor menjadi salah satu solusi yang dianjurkan.
Hasil penelitian terbaru Abdillah di jurnal Globalization and Health
menyimpulkan bahwa pertumbuhan industri rokok nasional sejak 2005 sampai
2016 tidak merembet ke kesejahteraan petani. Dalam penelitian berjudul
"Comparison of tobacco import and tobacco control in five countries: lessons
learned for Indonesia" itu, Abdillah mengangkat fakta menarik. Meski produksi
rokok naik 54 persen, dari 222 miliar batang pada 2005 menjadi 342 miliar batang
pada 2016, produksi tembakau malah turun 17 persen, dari 153 ribu ton pada
2005 menjadi 127 ribu ton pada 2016.
Dengan kata lain, yang naik justru tembakau impor, dari 48 ribu ton pada 2005
menjadi 82 ribu ton pada 2016. Jenis tembakau yang paling banyak diimpor pun
Virginia--42 ribu ton pada 2016. Padahal varietas ini juga banyak ditanam petani
lokal. Kenaikan impor itu menyebabkan, dari 127 ribu tembakau lokal, hanya 99
ribu ton yang dibeli industri.
Temuan Abdillah diamini para petani. "Seharusnya, ketika cukai naik, pemerintah
langsung mengendalikan impor," ucap Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau
Indonesia Agus Parmuji lewat sambungan telepon pada Jumat, 18 Desember lalu.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Hendratmojo
Bagus Hudoro menyebutkan pemerintah sebetulnya sudah punya instrumen
pengendalian impor tembakau lewat Peraturan Menteri Pertanian N omor 23
Tahun 2019. Peraturan itu mewajibkan industri menyerap tembakau lokal, dua
kali dari kebutuhan impomya. Namun industri memprotes. "Ini dianggap
peraturan yang memproteksi," tutur Bagus, Rabu pekan lalu, 16 Desember. "Kata
pengusaha enggak boleh."
Kementerian Pertanian sedang mengubah peraturan tersebut. Istilah kewajiban
serap akan diganti dengan kemitraan. Industri wajib bermitra dengan petani
tembakau. Ketika akan mengimpor, industri tinggal melaporkan serapan
tembakau lokal dari mitra mereka. "Ini bukan untuk menekan industri, tapi
mendorong agar bahan baku dalam negeri itu diserap dulu."
Solusi kedua yang ditawarkan Abdillah dalam studi Bappenas adalah strategi
keluar dari industri tembakau. Abdillah mengusulkan pemerintah menyiapkan
mitigasi bagi petani yang hendak berganti komoditas ataupun beralih profesi.
read ://https _ majalah. tempo.co/?url=https%3A %2F%2Fmajalah. tempo.co%2Fread%2Fekonomi-dan-bisnis%2F162151 %2Fmaju-mundur-mengak. . . 5/7