Page 76 - PROSES & TEKNIK PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
P. 76

PROSES & TEKNIK
                  PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG


                                Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa RUU dalam kualitas
                           ketiga seperti  dikemukakan tersebut sudah  dapat disebut sebagai
                           UU dalam arti materiil (wet in materiele zin). Pentingnya pengertian ini,
                           karena dalam perkembangan praktik dapat timbul kebutuhan hukum
                           (legal need) untuk menentukan status RUU  yang telah mendapat
                           persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam tenggat 30 hari
                           seperti dimaksud di atas.
                                Oleh karena itu, jangka waktu tersebut digunakan oleh Presiden
                           untuk menentukan sikapnya akan mengesahkan atau tidak mengesahkan
                           RUU itu menjadi UU. Dengan demikian, terlepas dari tanggung jawab
                           administrasi untuk pengesahan formal dan pengundangan, Presiden
                           masih dapat menentukan sikap berkenaan dengan substansi RUU itu.
                           Meskipun diakui bahwa dalam proses pembahasan suatu RUU di DPR,
                           pasti ada tarik menarik dan proses menerima dan memberi (take and
                           give) antara DPR dan Presiden dalam menyetujui atau menolak sesuatu
                           materi yang terdapat dalam RUU. Akan tetapi, jika RUU itu berasal dari
                           inisiatif DPR, berarti pada tahap terakhir Presiden lah yang seharusnya
                           menentukan kata akhir untuk menyetujui atau menolak RUU itu dalam
                           rapat paripurna terakhir DPR. Sebaliknya, jika RUU itu berasal dari inisiatif
                           Presiden, maka DPR lah yang seharusnya menentukan kata akhir untuk
                           menyetujui atau menolak RUU itu.
                                Dengan mekanisme seperti itu, maka dapat terjadi bahwa RUU
                           yang datang dari pemerintah, setelah dibahas secara mendalam melalui
                           proses “take and give” yang saksama, maka akhirnya disepakatilah suatu
                           naskah yang sama sekali telah berubah dari rancangan asli yang semula
                           diajukan oleh pemerintah. Padahal, terhadap rancangan itu, kata
                           akhirnya harus datang dari DPR. Apa jadinya, apabila ternyata Presiden
                           sendiri tidak puas dengan hasil kesepakatan akhir atas materi RUU itu.
                           Demikian pula jika RUU itu berasal dari inisiatif DPR, maka kata akhir
                           harus datang dari pemerintah.
                                Mekanisme pengujian konstitusional RUU sebagai “wet in materiele
                           zin” itu masuk akal untuk dimungkinkan, karena setelah 30 hari, RUU itu
                           dengan sendirinya akan berlaku mengikat sebagai UU, meskipun tanpa
                           disahkan oleh Presiden. Khusus untuk mempersoalkan konstitusionalitas
                           RUU sebagai UU dalam arti materiil itu, diberikan kewenangannya



                   58    dpr.go.id
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81