Page 12 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 12

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN



                                                   di daerah Maluku Selatan – tuntutan untuk kembali ke bentuk negara
                                                   kesatuan semakin kuat dan semakin mendapat dukungan masyarakat.
                                                   Oleh karena itu Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri RIS, yang
                                                   juga dikenal sebagai salah satu tokoh politik Indonesia yang menyukai
                                                   bentuk negara federal, tidak dapat berbuat telalu banyak untuk
                                                   menyelamatkan RIS. Apalagi setelah muncul mosi Natsir dari Fraksi
                                                   Masyumi yang menuntut membentuk negara unitarian dan mendapat
                                                   dukungan luas, baik di dalam Parlemen maupun di luar Parlemen.
                                                         Dengan disetujuinya “mosi Natsir” alias “mosi unitarian” oleh
                                                   Parlemen, maka upaya Perdana Menteri Hatta untuk mewujudkan
                                                   sistem negeri federal bagi Indonesia, terhenti alias tidak terwujud.
                                                   Sebelumnya sistem federal diharapkan akan menjadi solusi yang tepat
                                                   untuk mengatasi masalah perbedaan pandangan dalam mengelola
                                                   negara, belakangan malah dianggap sistem itu hanya menambah
                                                   permasalahan. Tidak terlalu berlebihan jika beberapa politisi RI
                                                   mengatakan bahwa sistem federal yang nota bene merupakan bentukan
                                                   Belanda, tiada lain adalah bom waktu yang sengaja ditanam untuk
                                                   kepentingan Belanda di masa datang. Dugaan itu terbukti, dari tiga
                                                   peristiwa yang meledak di awal tahun 1950, semuanya terkait dengan
                                                   Belanda atau eks aparatur atau prajurit Belanda. Bahkan dalam kasus
                                                   Republik Maluku Selatan (RMS) yang diproklamirkan pada 25 April
                                                   1950, keterkaitan dan dukungan Belanda cukup jelas. Dukungan yang
                                                   diberikan Belanda terhadap RMS, bukan saja terlihat dalam bentuk
                                                   memberikan fasilitas bagi pelarian RMS serta pemerintahan RMS dalam
                                                   pelarian yang ada di negeri Belanda, tetapi juga nampak dari beberapa
                                                   bentuk fasilitas propaganda, seperti penerbitan majalah “Mena Muria”
                                                   dan “De Stem van Ambon” yang diedarkan secara sembunyi-sembunyi
                     Politik Etis pada             di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur. 4
                                                         Dengan memerikan perlindungan terhadap belum genap satu
                    hakikatnya telah               bulan usia Republik Indonesia Serikat (RIS) “tiga” bom itu meledak.,

                          mendorong                Tepatnya pada bulan Janusari 1950 muncul tiga gerakan separatis,
                           terciptanya             yaitu gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung-
                     kehidupan baru                Jawa Barat; gerakan Andi Azis di Sulawesi Selatan, dan gerakan

                    di negeri jajahan              Republik Maluku Selatan (RMS). Dalam ketiga gerakan tersebut
                                                   terdapat beberapa tokoh  pribumi simpatisan Kolonial  Belanda.
                         yang disebut              Kelompok oposisi yang sejak awal tidak setuju dengan KMB kembali
                     Hindia-Belanda.
                                                   4   Hal ini antara lain dibuktikan dengan trtangkapnya jaringan pengedar kedua majalah itu di
                                                      Makasar. Lihat laporan Kepala Polisi Provinsi Sulawesi kepada Kepala Polisi Negara di Jakarta,
                                                      tanggal 8 Agustus 1955, no. A.IV/15/30/Ds/Rah-55. dalam Koleksi Sekretaris Kabinet Perdana
                                                      Menteri No.826, Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.




                                       dpr.go.id   4





         02 B BUKU 100 DPR BAB 1 CETAK.indd   4                                                                    11/17/19   6:55 AM
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17