Page 17 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 17
PEND AHUL U AN
diri Mohammad Hatta dari jabatannya selaku Wakil Presiden Republik
Indonesia.
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo berusaha mengakomodir
pemikiran Bung Karno itu. Namun prasyarat untuk melaksanakan
konsepsi itu sulit dicapai oleh Kabinet Ali II. Karena , beberapa Menteri
dari kabinetnya, terutama yang berasal dari Masyumi dan PSI) telah
mengundurkan diri. Reshuffle kabinet pun dilakukan. Namu karena
krisis politik dalam Kabinet itu demikian kuat, maka akhirnya pada 14
Pasca pengunduran Maret 1957, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo menyerahkan kembali
Kabinet Ali mandatnya kepada Presiden Soekarno, sekaligus mengakhiri masa
II, Presiden pemerintahan Kabinet tersebut.
memberikan Pasca pengunduran Kabinet Ali II, Presiden memberikan
kesempatan kepada kesempatan kepada Suwirjo dari PNI untuk membentuk kabinet ahli
atau zaken kabinet serta membentuk Dewan Nasional, sesuai dengan
Suwirjo dari PNI Konsepsi Presiden. Setelah beberapa waktu berupaya mewujudkan
untuk membentuk perintgah itu, ia tetap mengalami kesulitan, sehingga pada 2 April 11957
kabinet ahli atau ia mengembalikan lagi mandatnya kepada Presiden.
Dalam situasi krisis itu Presiden Soekarno membentuk kabinet
zaken kabinet serta baru dengan menunjuk warga negara bernama Soekarno sebagai
membentuk Dewan formatur. Selanjutnya Presiden Soekarno mengadakan pertukan
Nasional pendapat dengan 75 tokoh politik dan tokoh masyarakat untuk bertukar
pikiran. Dari pertukaran pikiran itu kemudian dibentuk Zaken Kabinet
yang para menterinya merupakan para ahli di bidangnya. Kemudian
Soekarno menunjuk Djuanda Kartawinata, seorang teknokrat non
partai sebagai Perdana Menteri. Kabinet Kerja (Zaken Kabinet) itu
mulai bekerja sejak 9 April 1957.
Meskipun pemerintahan Djuanda belum mampu meredam
pergolakan politik di Indonesia secara baik, namun pada masa
pemerintahannya, ditorehkan satu prestasi yang tidak kalah nilainya
dibandingkan dengan Deklarasi Bandung hasil dari Konferensi Asia
Afrika tahun 1955, yaitu Deklarasi Djuanda yang ditetapkan pada 13
Desember 1957. Deklarasi itu sebagai suatu pernyataan kepada dunia
internasional tentang perubahan batas wilayah perairan nasional di
Indonesia. Berdasarkan undang-undang dari masa Hindia Belanda,
batas perairan Indonesia adalah 3 mil dari garis pantai di saat air
laut sedang surut. Berdasarkan ketntuan itu, maka di dalam wilayah
Indonesia yang terbentang mulai dari Sabang sampai Merouke,
terdapat kantung-kantung perairan internasional. Kondisi seperti ini
sangat tidak menguntungkan bagi Republik Indonesia yang merupakan
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 9
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 1 CETAK.indd 9 11/17/19 6:55 AM