Page 68 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 68
HUBUNGAN DPR DENGAN KABINET
NAT SIR (1950- 1951) D AN KABINET
SUKIMAN (1951 - 1952)
nasionalis, kelompok kiri, dan kelompok Islam. Kelompok nasionalis
diwakili oleh sekitar 71 anggota DPRS yang sebagian besar diantara
berasal dari PNI dengan 36 anggota. Secara total, kelompok nasionalis
di dalam parlemen setara dengan 30% anggota parlemen. Sedangkan
keterwakilan kelompok kiri diantaranya oleh PKI, Partai Murba,
serta PSI berkekuatan 47 anggota, atau sekitar 20%, serta kelompok
Islam yang diwakili oleh Partai Masyumi (49 anggota) dan PSII (5
anggota) dengan kekuatan 54 anggota, atau setara dengan 23% jumlah
anggota parlemen. Di luar anggota dari kalangan partai, terdapat pula
anggota non-partai yang berjumlah 26 orang (11%). Tidak terlalu jelas
keberpihakan ideologi yang diusung oleh anggota non-partai tersebut,
meski tidak pula dapat diabaikan bahwa anggota non-partai tersebut
tentu memiliki kedekatan ideologi dengan salah satunya. Dari data
tersebut, terlihat bahwa perimbangan kekuasaan secara ideologi di
dalam DPRS cukup berimbang.
Meski DPR pada 3.2 Hak dan Kewajiban DPRS
Meski DPR pada masa awal Demokrasi Liberal merupakan
masa awal
DPR sementara karena pengangkatannya tidak melalui mekanisme
Demokrasi Liberal pemilihan umum, namun tugas DPRS tetap sama dengan DPR
merupakan DPR hasil pemilu. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 89 UUDS 1950,
sementara karena DPRS bersama-sama dengan pemerintah menjalankan kekuasaan
perundang-undangan. DPRS berperan sebagai badan pembentuk
pengangkatannya
Undang-Undang (UU) dan dapat mengajukan hak inisiatif (mengajukan
tidak melalui usul UU kepada pemerintah), sementara pemerintah dapat mengajukan
mekanisme usulan rancangan UU kepada DPRS. Selain itu, tugas DPRS lainnya
pemilihan umum, disebutkan dalam beberapa pasal, diantaranya:
namun tugas DPRS 1. Pasal 113 - 116 UUDS 1950: DPRS mempunyai hak menetap-
tetap sama dengan kan anggaran negara. Usul anggaran negara dikeluarkan oleh
DPR hasil pemilu. pemerintah dan harus mendapat persetujuan DPRS. 71
2. Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950: DPRS memiliki hak dan kewa-
jiban melakukan pengawasan terhadap tindakan yang diambil
pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah tidak dapat melaku-
kan tindakan tanpa persetujuan DPRS. Apabila pemerintah
mengambil tindakan tanpa persetujuan DPRS, maka DPRS
dapat memaksa kabinet untuk meletakkan jabatannya. 72
71 Sekretariat DPR-GR, op.cit, hal 140
72 Ibid, hal 141
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 65
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 3 CETAK.indd 65 11/19/19 1:14 PM