Page 174 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 174
DALAM JERATAN BAB VII
UTANG
(5)
JANGAN TAMBAH UTANG
ATAS NAMA BENCANA
ESKIPUN pemerintah berkali-kali menolak tuduhan
bahwa forum Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia yang
baru saja ditutup di Bali kemarin sebagai forum untuk
menarik utang baru, namun kenyataan berbicara lain. Saya
Mmembaca World Bank (WB) dan Asian Development Bank
(ADB) masing-masing telah menyampaikan komitmen untuk mencairkan
pinjaman US$1 miliar, jadi totalnya US$2 miliar, atau sekitar Rp30 triliun
lebih, untuk membantu pemulihan pemulihan kondisi pasca bencana
di Lombok, Palu dan Donggala. Meskipun judulnya adalah bantuan, tapi
sebenarnya itu adalah utang.
Kita berharap pemerintah tak menerima tawaran tersebut. Membuat
utang baru untuk proses pemulihan bencana sama saja seperti mengatasi
bencana dengan bencana. Pemerintah seharusnya mencari solusi lain,
misalnya realokasi APBN yang dapat dihemat. Menurut saya, menganggap
tawaran utang sebagai prestasi lobi pemerintah adalah klaim usang. Selain
membodohi juga menggelikan.
Menangani pemulihan bencana melalui penciptaan utang baru hanya
akan kian membebani perekonomian nasional. Sebelum ada tawaran utang
baru saja, posisi utang Indonesia sudah sangat besar. Per Agustus 2018,
posisi utang pemerintah telah mencapai Rp4.363 triliun, dengan rasio
utang terhadap PDB sebesar 30,31 persen. Jika ada utang baru, rasionya
bakal kian besar lagi. Itu buruk bagi psikologi anggaran.
Sebagai gambaran, ketika rasio utang pemerintah masih 27 persen
terhadap PDB, jika dibagi rata kepada setiap penduduk Indonesia, maka
setiap orang harus menanggung utang Rp13 juta.
Menteri Keuangan seharusnya memiliki kemampuan lobi yang hebat.
Daripada meminta utang baru, pemerintah seharusnya justru mengajukan
CATATAN-CATATAN KRITIS 169
DARI SENAYAN