Page 29 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 29

POLITIK
                                                                       & DEMOKRASI  BAB I
                                                                            KITA



                                                (6)


                                  PUTUSAN MK MEMBUAT
                         DEMOKRASI KITA MUNDUR KEMBALI





                             UTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi
                             Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum saya anggap
                             akan kian melicinkan jalan bagi mundurnya demokrasi. Dalam
                             putusan terhadap enam berkas perkara yang seluruhnya
                 Pberisi gugatan terhadap Pasal 222 UU Pemilu itu, Kamis,
                 11 Januari 2017, MK menyatakan menolak uji materi soal ambang batas
                 pemilihan presiden demi memperkuat sistem pemerintahan presidensial
                 dan penyederhanaan partai politik.
                      Pasal 222 UU Pemilu mengatur bahwa partai politik atau gabungan
                 parpol harus memiliki 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25
                 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 untuk mengusung pasangan
                 calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu Serentak 2019. Sejak
                 disahkan, beleid ini telah memicu kontroversi karena dianggap memaksakan
                 kehendak partai-partai pendukung pemerintah.
                      Saya benar-benar tidak bisa memahami nalar putusan MK. Di satu
                 sisi MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 173 Ayat (1)
                 dan (3) UU Pemilu, bahwa partai lama peserta Pemilu 2014 juga harus
                 tetap menjalani verifikasi faktual, dengan argumen kesetaran dan untuk
                 menghindari diskriminasi terhadap partai baru. Namun, di sisi lain, MK
                 justru menolak seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 222, padahal
                 jelas-jelas pasal tersebut akan mendiskriminasi partai baru dalam proses
                 pencalonan kandidat presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 nanti.
                      Bagaimana MK menjelaskan kontradiksi argumen semacam itu?!

                      Sebagai penjaga konstitusi, MK seharusnya bisa menerjemahkan
                 spirit konstitusi secara koheren, konsisten, dan komprehensif. Tapi dalam
                 kasus uji materi terhadap UU Pemilu kemarin, saya tidak melihat koherensi
                 tersebut. Dalam pertimbangannya, misalnya, MK menilai  presidential



                                                                  CATATAN-CATATAN KRITIS  15
                                                                         DARI SENAYAN
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34