Page 296 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 296

AGRARIA
                                                                      & PERHUTANAN   BAB XIII
                                                                           SOSIA



                 pertanian oleh rumah tangga petani juga merosot drastis, dari 0,4 hektar
                 pada 2003 menjadi 0,07 hektar pada 2013. Artinya, telah terjadi konsolidasi
                 pemilikan lahan di tangan kalangan tertentu. Tidak heran jika sensus yang
                 sama juga menunjukkan kalau jumlah rumah tangga petani terus menurun,
                 dari 31,17 juta pada 2003, menjadi tinggal 26,13 juta pada 2013, atau turun
                 rata-rata 1,75 persen per tahun.

                      Implikasi langsung dari terjadinya konsentrasi pemilikan lahan,
                 selain berakibat pada turunnya jumlah rumah tangga tani, juga bisa
                 dilihat pada tingginya laju konversi lahan pertanian. Rata-rata konversi
                 lahan sawah di Sumatera, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, misalnya,
                 mencapai 17.550 hektar per tahun. Sedangkan di Jawa dan Bali, angka rata-
                 rata konversi lahannya masing-masing 7.923 hektar per tahun dan 1.000
                 hektar per tahun. Angka itu tentu saja tidak menggembirakan, apalagi
                 Jawa berkontribusi terhadap 53% produksi pangan nasional.
                      Tanah adalah alat produksi bagi petani, dan terjadinya konsentrasi
                 pemilikan  tanah  telah  membuat  banyak  petani  kehilangan  alat
                 produksinya. Strategi pembangunan pemerintah yang terlalu fokus pada
                 penarikan investasi asing kian memperburuk persoalan agraria tersebut.
                 Jika dibandingkan dengan negara lain, meskipun sering disebut negara
                 agraris, sebenarnya ketersediaan lahan pangan per kapita Indonesia amat
                 sempit, hanya 359 meter persegi untuk sawah (atau 451 meter persegi
                 bila digabung lahan kering). Angka itu jauh di bawah Vietnam (960 meter
                 persegi), Thailand (5.226 meter persegi), atau Cina (1.120 meter persegi).
                      Tak heran, sejak 2007 Indonesia terus mengalami defisit perdagangan
                 pangan. Impor pangan melejit lebih cepat daripada ekspor, sehingga
                 defisitnya terus melebar. Laju permintaan pangan di Indonesia kini
                 mencapai 4,87 persen per tahun, dan tak mampu dikejar oleh kemampuan
                 produksi  nasional.  Salah satu masalah  penting  yang mempengaruhi
                 tingkat kesejahteraan petani adalah soal kepemilikan lahan tadi. Sekitar
                 56 persen penduduk pedesaan merupakan buruh tani, atau petani gurem,
                 dengan kepemilikan tanah rata-rata di bawah 0,5 hektar. Struktur agraria
                 semacam itulah yang telah menyebabkan tingginya angka ketimpangan.
                      Sebelum  ini,  k0nsentrasi pemilikan  lahan terutama  memang
                 dipengaruhi oleh undang-undang penanaman modal kita yang memberi




                                                                  CATATAN-CATATAN KRITIS  305
                                                                         DARI SENAYAN
   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301