Page 294 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 294
AGRARIA
& PERHUTANAN BAB XIII
SOSIA
(2)
PEMILIKAN LAHAN
DAN KETIMPANGAN KEMAKMURAN
ITERBITKANNYA Peraturan Pemerintah (PP) No. 103
Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau
Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
pada 22 Desember 2015 lalu, hanya sedikit sekali mendapat
Dtanggapan. Padahal, PP tersebut bersifat kontraproduktif
terhadap agenda reforma agraria yang pernah disuarakan pemerintah.
Sebelumnya, di luar soal reforma agraria, dari sisi perundangan
paling tidak ada tiga persoalan terkait isi PP tersebut. Pertama, soal
jangka waktu. Pemberian Hak Pakai untuk orang asing selama 30 tahun,
dengan opsi perpanjangan hingga maksimal mencapai 80 tahun, jelas
bertentangan dengan PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Meski tidak spesifik mengatur
kepemilikan properti untuk orang asing, dalam PP No. 40/1996 dijelaskan
bahwa jangka waktu Hak Pakai, baik di atas tanah negara maupun hak
milik pribadi, hanyalah 25 tahun. Begitu juga dalam Undang-undang No.
25/2007 tentang Penanaman Modal, hak pakai hanya diberikan maksimal
70 tahun.
Kedua, soal status kepemilikan. Pasal 3 PP No. 103/2015 menyebut
bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan perkawinan dengan
orang asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan WNI lainnya.
Artinya, WNI yang menikah dengan orang asing bisa membeli tanah
dengan status hak milik. Masalahnya, menurut UU No. 1/1974 tentang
Perkawinan, jelas tertulis bahwa WNI yang menikah dengan WNA boleh
menjadikan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
milik bersama. Ini berpotensi melahirkan persoalan di belakang.
Dan ketiga, soal kontrol. PP No. 103/2015 tidak membatasi bahwa
hak pakai itu diberikan hanya atas tanah negara, sebagaimana yang
CATATAN-CATATAN KRITIS 303
DARI SENAYAN