Page 295 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 295
Dr. Fadli Zon, M.Sc
misalnya diatur dalam UU No. 5/1960 tentang Pokok-pokok Agraria
(UUPA). Konsekuensinya, karena hak pakai untuk orang asing itu tak
dibatasi hanya untuk tanah negara, melainkan juga atas tanah hak milik,
maka pemerintah akan kesulitan melakukan kontrol. Sebagaimana yang
sudah terjadi di Bali atau Lombok, PP itu bisa memicu terjadinya peralihan
kepemilikan lahan kepada orang asing lebih massif lagi.
PP tersebut juga tidak dilengkapi dengan pengaturan soal
pembatasan zonasi dan harga. Padahal, di negara-negara lain batas
minimal harga properti untuk orang asing diatur sedemikian rupa. Di
beberapa negara tetangga, harga properti untuk orang asing, misalnya,
dipatok minimal antara Rp3-5 miliar. Tujuan pengaturan itu jelas, agar hak
kepemilikan bagi orang asing tidak bertubrukkan dengan hak bagi warga
negara, terutama dengan mereka yang berasal dari kalangan menengah
ke bawah. Ini diperparah dengan tidak adanya pengaturan zonasi, yang
mengatur hak kepemilikan itu hanya berlaku untuk kawasan tertentu saja.
Kontrol akan semakin sulit dilakukan.
Namun, di luar soal perundangan tadi, persoalan paling serius yang
tersembunyi di balik diterbitkannya PP tersebut adalah soal ketimpangan
pemilikan lahan yang terus memburuk di Indonesia, yang berimplikasi
pada kian memburuknya ketimpangan ekonomi. Menurut laporan Bank
Dunia (2015), faktor penyebab ketimpangan ekonomi yang makin melebar
di Indonesia saat ini, selain disebabkan oleh korupsi, tidak meratanya
penguasaan aset uang dan properti, serta kesenjangan upah antara
sektor pertanian dan non-pertanian, juga disebabkan oleh ketimpangan
kepemilikan lahan.
Indeks gini kita saat ini memang mencapai 0,41, yang merupakan
indikator ketimpangan ekonomi paling buruk yang pernah terjadi di tanah
air. Dan ketimpangan tersebut sebanding dengan ketimpangan kepemilikan
lahan, yang menurut Sensus Pertanian 2013, indeksnya mencapai 0,72.
Artinya, struktur kepemilikan lahan di Indonesia sangat timpang sekali.
Sensus Pertanian 2013 memang menunjukkan jika telah terjadi
konsentrasi pemilikan lahan. Pada 2003, rata-rata penguasaan lahan per
rumah tangga petani hanya 1,43 hektar. Angka tersebut telah meningkat
menjadi 2,65 hektar pada 2013. Hanya, di sisi lain penguasaan lahan non-
304 KATA FADLI