Page 372 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 372
Dr. Fadli Zon, M.Sc
diteken Gubernur NTB.
Soal anggaran juga simpang siur. Berapa sebenarnya anggaran yang
telah diturunkan pemerintah pusat? Inipun harus terbuka dan transparan.
Wajar jika ada yang membandingkan dengan anggaran penyelenggaraan
pesta pembukaan Asian Games yang menelan lebih dari setengah trilyun
atau dana sidang IMF/Bank Dunia Oktober mendatang yang mencapai Rp1
triliun.
Kita tak ingin penanganan bencana besar jadi amatiran begini,
seolah-olah tak ada tata kelola standar. Padahal, tata kelola penanganan
bencana itu ada regulasinya. Ada UU No. 24/2007, PP No. 21/2008, dan
juga Perpres No. 17/2018. Kapan sebuah bencana ditetapkan sebagai
bencana daerah, atau menjadi bencana nasional, sudah ada ketentuannya.
Sebenarnya gempa di NTB sudah sangat layak dijadikan bencana nasional.
Sehingga tanggung jawab bukan lagi di pemerintah lokal yang juga menjadi
korban gempa.
Masyarakat pantas bertanya-tanya. Jika memang bencana di
Lombok skalanya masih bencana daerah, kenapa operasi tanggap darurat
dipimpin seorang Menko? Sebaliknya, jika skala riilnya diakui pemerintah
sama dengan bencana nasional, kenapa tanggung jawabnya tak segera
diambilalih pemerintah pusat? Itu pertanyaan-pertanyaan dasar.
Keluarnya Inpres tentang penanganan bencana Lombok kemarin,
menurut saya, tak berhasil mengobati kekecewaan masyarakat terdampak.
Selain respon pemerintah sangat lambat, masyarakat berharap bukan
hanya tanggap darurat yang bersifat teknis, tapi juga psikologis.
Status ‘bencana nasional’, adalah representasi hadirnya negara secara
konkret di tengah korban. Negara di sini tentu saja pemerintah pusat,
eksekutif. Masyarakat yang jadi korban gempa secara psikologis terbantu
oleh jaminan negara. Perlu pernyataan tegas yang bisa membesarkan hati,
bahwa negara melalui pemerintah bertanggung jawab melindungi rakyat,
bahwa negara akan mengambil alih tanggung jawab melakukan rehabilitasi
dan rekonstruksi. Itu yang diinginkan oleh masyarakat.
Penolakan pemerintah tentang status ‘bencana nasional’, menjadi
sikap yang diskriminatif terhadap korban gempa. Apalagi gempa masih
388 KATA FADLI