Page 380 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 380

Dr. Fadli Zon, M.Sc





                 juta. Ini adalah lembaga non-struktural, kerjanya ad hoc, tapi kenapa kok
                 standar gajinya bisa setinggi langit begitu? Coba Anda bayangkan, gaji
                 presiden, wakil presiden, menteri, dan pimpinan lembaga tinggi negara
                 yang tanggung jawabnya lebih besar saja tidak sebesar itu.
                      Ketiga, dari sisi anggaran dan reformasi birokrasi. Presiden Joko
                 Widodo  selalu  bicara  mengenai  pentingnya  efisiensi  anggaran  dan
                 reformasi birokrasi. Itu sebabnya, dalam kurun 2014-2017, ada 23 lembaga
                 non struktural (LNS) berupa badan maupun komisi yang telah dibubarkan
                 pemerintah, mulai dari Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional,
                 Badan Benih  Nasional, hingga  Badan Pengendalian  Bimbingan  Massal
                 (Bimas). Tapi, pada saat bersamaan, Presiden justru malah terus menambah
                 lembaga non-struktural baru.
                      Sejak 2014 hingga kini, melalui berbagai Perpres, dalam catatan
                 saya Presiden setidaknya telah meneken 9 lembaga non-struktural
                 baru, seperti Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Komite Ekonomi Industri
                 Nasional (KEIN), hingga BPIP ini. Jumlahnya memang hanya 9, tapi Anda
                 bisa menghitung betapa mahalnya ongkos operasional lembaga-lembaga
                 non-struktural baru yang dibikin Presiden Joko Widodo jika standar gaji
                 pegawainya dibikin tak masuk akal begitu.
                      Dan keempat, dari sisi tata kelembagaan. Kecenderungan Presiden
                 untuk membuat lembaga baru setingkat kementerian seharusnya distop,
                 karena bisa overlap dan menimbulkan bentrokan dengan lembaga-
                 lembaga yang telah ada.

                      Dalam wacana mengenai penghidupan kembali Komando Operasi
                 Gabungan (Koopsgab) TNI untuk menangani terorisme, misalnya,
                 bukankah aneh jika Kepala KSP sangat dominan dalam mewacanakan hal-
                 hal semacam itu, padahal itu adalah wilayah pertahanan dan keamanan
                 di mana kita sudah punya Menteri Pertahanan dan juga Menko Polhukam
                 di situ? Mungkin karena yang bersangkutan merasa setingkat menteri,
                 sehingga tak menyadari jika pernyataan-pernyataannya sudah offside
                 terlalu jauh.
                      Jadi, menurut saya, Perpres No. 42/2018 seharusnya ditinjau
                 kembali. Jangan sampai cara pemerintah mendesain kelembagaan





                398 KATA FADLI
   375   376   377   378   379   380   381   382   383   384   385