Page 315 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 315
Chuo S angi-In 1942 – 1945
kelompok nasionalis dalam menjalankan propaganda. Chuo Sangi-in,
jika dibandingkan dengan dewan rakyat yang dibentuk pemerintah
Hindia Belanda, dapat dianggap telah menukar paksa peranan kelompok
nasionalis Indonesia, dari yang sebelumnya bertindak sebagai pengritik
yang tidak efektif menjadi kolaborator yang sesunguhnya sama tidak
efektifnya. Kondisi ini berlaku setidaknya hingga akhir bulan Agustus
1944. Pada masa itu, mereka baru diberikan kesempatan dan kedudukan
resmi, yaitu sesudah diberikannya janji kemerdekaan.
Meskipun ada fakta bahwa pemimpin-pemimpin nasionalis
tetap dihalangi untuk melaksanakan kekuasaan politiknya, Pemerintah
Pendudukan Militer Jepang secara tidak langsung turut membantu
dalam pembentukan kelompok elite yang sebenarnya. Mengenai hal ini,
pemerintah pendudukan menyadari dan memutuskan untuk mencoba
memperlambat proses konsolidasi dengan menggunakan politik
memecah belah. Para nasionalis yang terpecah-pecah kedudukannya
Rencana diberi peranan penting dalam Hokokai atau Tonarigumi. Di samping
Jepang akhirnya itu, Jepang juga menempatkan sejumlah penguasa, atau lebih tepatnya
terkubur dalam para aristokrat, dalam berbagai dewan penasihat. Sebagai contoh,
R.M.A.A. Kusumo Utoyo, salah seorang priyayi terkenal di Jawa yang
perkembangan pernah menjadi Bupati Ngawi dan Ketua Muda Volksraad, diangkat
keadaan, seiring menjadi Wakil Ketua Chuo Sangi-in.
Chuo Sangi-in telah berusaha untuk memperbaiki keadaan
kekalahan yang sosial rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil yang dijadikan sebagai
diderita Jepang. romusha, yang semakin buruk keadaannya di bawah kekuasaan
pemerintah Jepang. Akan tetapi, walaupun para pemimpin Indonesia
yang duduk dalam Chuo Sangi-in telah berusaha sekuat-kuatnya, Chuo
Sangi-in tetap tidak mempunyai kekuasaan apapun untuk menentukan
jalannya pemerintahan. Keputusan-keputusan sidang Chuo Sangi-
in yang dimaksudkan untuk menaikkan derajat bangsa Indonesia,
terutama yang ada di Jawa, malah dimanfaatkan oleh penguasa Jepang
untuk lebih menekan rakyat Indonesia dengan dalih untuk kemenangan
akhir dan terwujudnya cita-cita Indonesia Merdeka.
Rencana Jepang akhirnya terkubur dalam perkembangan
keadaan, seiring kekalahan yang diderita Jepang. Pada tanggal 7
Agustus 1945, Penguasa Tinggi Wilayah Selatan Jepang mengambil
inisiatif dari penguasa Jepang di Jakarta untuk mendirikan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketika panitia ini mulai
bersidang, Jepang menandatangani Perjanjian Potsdam yang menandai
penyerahan tanpa syarat Jepang kepada Sekutu. Pada tanggal 17
Agustus 1945, Indonesia mencapai kemerdekaannya sendiri tanpa
campur tangan Jepang. Kemudian, dengan sendirinya, Chuo Sangi-in
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 313
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 04 CETAK BARU.indd 313 11/18/19 4:51 AM