Page 320 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 320
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
negara Indonesia, maka dasar sistem pemerintahan itu bergantung
kepada Staatsidee, kepada “begrip” dan “staat” (negara) yang hendak
kita pakai untuk pembangunan Negara Indonesia. Oleh karena itu,
penentuan terhadap dasar Negara Indonesia dikemukakan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
Pertama, apakah Indonesia akan berdiri sebagai negara persatuan
(Eenheidsstaat), negara serikat (Bondstaat), atau negara persekutuan
(Statenbond)? Kedua, bagaimana perhubungan antara negara dan
agama? Ketiga, apakah negara ini akan menjadi suatu republik atau
monarki? Menurut pendapat Supomo, sebelum membicarakan soal
negara persekutuan atau serikat, corak republik atau monarki harus
dibicarakan terlebih dahulu, termasuk kepada pengertian-pengertian
yang ada terkait negara, oleh karena segala pembentukan susunan
negara itu tergantung daripada dasar pengertian negara (Staatsidee)
itu sendiri.
Supomo kemudian menjelaskan mengenai dasar negara
Indonesia merdeka, melalui teori-teori negara antara lain:
1. Ada suatu aliran pikiran yang menyatakan bahwa negara
berdiri atas dasar teori perseorangan atau teori individualistis,
sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke
(abad ke-17), Jean-Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert
Spencer (abad ke-19), dan H.J. Laski (abad ke-20). Menurut
aliran pemikiran ini, negara adalah masyarakat hukum (legal
society) yang disusun atas kontrak antara seluruh seseorang
dalam masyarakat itu (social contract). Susunan hukum
negara yang berdasar individualisme dapat ditemukan pada
Aliran pemikiran negara-negara Eropa Barat dan Amerika.
terakhir adalah 2. Aliran pemikiran lain tentang negara ialah teori golongan
teori integralistik (class theory) sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engels, dan
Lenin. Negara dianggap sebagai alat dari sesuatu golongan
yang diajarkan oleh (klasse) untuk menindas golongan lain. Negara menjadi alat
Spinoza, Adam bagi golongan tertentu yang mempunyai kedudukan ekonomi
Muller, Hegel, dan yang paling kuat untuk menindas golongan-golongan yang
lain-lain lain, yang kedudukan lebih rentan. Negara kapitalistis,
misalnya, adalah perkakas kaum borjuis untuk menindas
(abad ke-18 dan 19). kaum buruh. Oleh karena itu, para penganut pemikiran
ini menganjurkan revolusi politik dari kaum buruh untuk
merebut kekuasaan negara, sehingga kaum buruh dapat ganti
menindas kaum borjuis.
dpr.go.id 318
A BUKU SATU DPR 100 BAB 04 CETAK BARU.indd 318 11/18/19 4:51 AM