Page 332 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 332
K omite Nasional Indonesia Pusa t
1945 – 1949
ketiga, yaitu yang dilaksanakan pada 22 Agustus 1945, Komite Nasional
merupakan pokok permasalahan. Hal itu terlihat dalam keputusan PPKI
yang sangat terperinci mengenai Komite Nasional. 541
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak menganut sistem
pemisahan kekuasaan (Trias Politica) sebagaimana diajarkan oleh
Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan
negara. Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan karena:
1. UUD 1945 tidak membatasi secara tajam bahwa setiap
kekuasaan itu harus dilakukan oleh satu organ/badan
tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
2. UUD 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi atas tiga
bagian saja dan juga tidak membatasi pembagian kekuasaan
dilakukan oleh tiga organ/badan saja.
3. UUD 1945 tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 542
Kemudian, kekuasaan legislatif Presiden dapat dilihat dari
keterangan Supomo pada sidang PPKI yang menyebutkan “Di samping
Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR dapat disebut
sebagai badan yang, bersama-sama dengan Presiden, bertujuan
membentuk Undang-Undang (UU) bersama Presiden, dalam suatu
badan legislatif.” Kekuasaan legislatif dari Presiden antara lain adalah
543
membuat UU dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
... DPR juga Negara (APBN). Hal itu terlihat pada Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1),
merupakan dan Pasal 21 Ayat (1) UUD 1945.
DPR sebetulnya memegang kekuasaan terbanyak dalam
rekanan Presiden Republik Indonesia. Selain mempunyai hak dan kewajiban sesuai
di tingkatan dengan ketentuan UUD 1945, DPR juga merupakan rekanan Presiden
legislatif, serta di tingkatan legislatif, serta sarana untuk melakukan pengawasan
sarana untuk terhadap pelaksanaan keputusan-keputusan MPR, karena anggota
DPR juga merangkap menjadi anggota MPR pada masa itu. Selain itu,
melakukan masih terdapat sejumlah pasal yang mengatur hak DPR, seperti Pasal
pengawasan 20 Ayat (2), Pasal 21 Ayat (2), Pasal 22 Ayat (2) dan (3), serta Pasal 23
terhadap Ayat (1) dan (5) UUD 1945. Oleh karena anggota DPR juga merangkap
pelaksanaan sebagai anggota MPR, maka segala pasal yang menyangkut hak MPR
juga menjadi hak DPR. Dengan dijadikannya DPR sebagai sarana
keputusan- pengawasan, maka MPR tidak mungkin dapat bersidang sewaktu-
keputusan MPR waktu. Oleh sebab itu, sering para ahli menyebutkan bahwa DPR
541 Ibid., hlm. 16-17
542 Ibid., hlm. 17
543 Ibid., hlm. 18
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 331
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 05 CETAK.indd 331 11/18/19 4:52 AM