Page 37 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 37
D ARI DPR HA SIL PEMIL U 1955
KE DPR -GR
yang merdeka di bawah rule of law guna menciptakan dan memelihara
kondisi-kondisi yang akan mempertahankan the dignity of man as an
individual. 48
Namun realitas sejarah mencatat, DPR tidak selalu memiliki
posisi yang kuat dan solid dalam menjalankan fungsi pengawasan
terhadap pemerintah. Setelah melewati proses yang dinamis selama
masa Demokrasi Parlementer di tahun 1950-an, DPR setelahnya, tidak
lagi bisa menghadirkan situasi checks and balances secara utuh dengan
kekuasaan eksekutif. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi titik tolak
dari senjakala fungsi parlemen di Indonesia pada masa itu, setidaknya
hingga hampir 40 tahun kemudian.
Dari aspek hukum, hingga kini legalitas Dekrit Presiden memang
masih bisa memicu perdebatan. Beberapa kalangan menyebut dekrit
adalah cara yang tidak konstitusional yang ditempuh pemerintahan
Soekarno setelah melihat kegagalan Dewan Konstituante membentuk
UUD baru pengganti UUD Sementara 1950 dan rentetan peristiwa-
peristiwa politik selama masa demokrasi parlementer. Namun,
49
pendapat lain menyebutkan bahwa Dekrit 5 Juli 1959 memiliki
dasar hukum staatsnoodrecht, yang merujuk pada keadaan darurat
negara. Dalam pengertian subjektif, hukum tata negara darurat
50
(staatsnoodrecht) menjadi kewenangan penguasa negara untuk
menyatakan adanya bahaya meskipun belum atau tidak ada aturan
tertulis untuk itu terlebih dahulu. Jadi, keleluasaan penguasa atau
pemerintah negara menjadi subjek hukum tata negara pendukung dan
badan utama yang berhak dalam keadaan darurat itu. Ada atau tidaknya
bahaya itu, pemerintah diberi hak kekuasaan untuk menyatakan adanya
bahaya. 51
Bagaimanapun, status keadaan darurat atau Staat van Oorlog
en Beleg (SOB) sesungguhnya memang telah diterapkan sejak tahun
1957. Dengan demikian, dengan dukungan tentara melalui Kepala Staf
Dari aspek
Angkatan Darat (KSAD) Abdul Haris Nasution, Presiden Soekarno
hukum, hingga akhirnya benar-benar mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Dalam pidato
kini legalitas dekritnya, Soekarno menyatakan alasan dikeluarkannya dekrit, antara
Dekrit Presiden lain sebagai berikut:
memang masih
bisa memicu 48 Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta: Aksara Baru, 1978, hlm. 28
49 Lihat misalnya, Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5; Dilengkapi
perdebatan. Kajian Komprehensif Komisi Konstitusi dan DPD RI, Jakarta : Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, 2009
50 Lihat misalnya, Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, Jakarta : Sinar Bakti Fakultas Hukum UI, 1988
51 Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1996, hlm.
1-24
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 31
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018