Page 42 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 42
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
inherent dengan tindakan yang diambil dengan
wewenang yang luar biasa itu. Tindakan presiden
ini dijelmakan dengan bentuk Penetapan Presiden
dan sebagainya” 54
Di kemudian hari penetapan-penetapan presiden ini mempunyai
peranan penting dalam menentukan kehidupan ketatanegaraan
Republik Indonesia, dan keberadaan DPR. Bagaimanapun, dalam
sidang pleno terbuka pertama DPR setelah “dibentuk kembali” melalui
Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor 1 Tahun 1959 yang
dipimpin Sartono selaku Ketua DPR, semua fraksi secara umum
mendukung Dekrit Presiden dan menerima permintaan presiden untuk
terus bekerja dalam kerangka UUD 1945. Dalam sidang yang dihadiri 183
anggota ini, setiap fraksi memiliki kesempatan untuk berbicara dengan
diwakili oleh salah seorang anggota fraksinya. Besoknya, anggota DPR
“baru” yang didasarkan UUD 1945, dilantik.
Kepemimpinan DPR setelah Dekrit Presiden 1959 masih diisi
oleh orang-orang yang sama dengan kepemimpinan DPR sebelumnya.
Kepemimpinan Berdasarkan Keputusan Presiden no. 157 tahun 1959, kepemimpinan
DPR setelah Dekrit DPR setelah Dekrit Presiden 1959 terdiri atas Mr Sartono (Ketua); H.
Presiden 1959 Zainul Arifin (Wakil Ketua I), Arudji Kartawinata (Wakil Ketua II) dan
masih diisi oleh H. Zainul Abidin Ahmad (Wakil Ketua III). Pemilihan pimpinan DPR ini
orang-orang yang jadinya tidak mengikuti Peraturan Tata Tertib DPR sebelumnya jika
menilik bahwa mereka merupakan pemimpin parlemen yang baru.
sama dengan Komposisi fraksi terdiri atas 18 fraksi dan terdapat 4 anggota
kepemimpinan yang menyatakan tidak berfraksi. Keberadaan fraksi di DPR ini, dari
DPR sebelumnya. sisi istilah, masih mengikuti istilah “fraksi” yang dikenal sejak periode
DPR Sementara tahun 1950 yang sebagaimana tercantum dalam pasal
28 ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Tata Tertib DPRS. Bahkan, jika dalam
peraturan Tata Tertib DPRS hanya dijelaskan apa yang dimaksud
dengan fraksi, dalam tata tertib DPR periode 1959 ini, perihal fraksi
dimuat dalam bab khusus mengenai fraksi. Dalam Tata Tertib DPR
Gotong Royong RI periode 1960 berikutnya, istilah fraksi kembali
menghilang. Hanya dikenal istilah “golongan” pada masa itu. Hal ini
terus berlanjut sampai pada periode 1964 dan periode 1966 yang selain
dikenal “golongan” juga dikenal istilah “kelompok”. Istilah fraksi baru
digunakan kembali pada periode tahun 1967 hingga masa sekarang,
sebagaimana selalu digunakan di dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
54 Sri Hardiman dkk, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia, Jakarta :
Sekretariat DPR-GR, 1970, hlm. 220 dan 222
dpr.go.id 36