Page 39 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 39
D ARI DPR HA SIL PEMIL U 1955
KE DPR -GR
Pernyataan ini bisa diartikan bahwa meskipun Dekrit 5 Juli 1959
merupakan suatu tindakan darurat, kekuatan hukumnya bersumber
pada dukungan seluruh rakyat Indonesia. DPR hasil pemilihan umum,
sebagai lembaga perwakilan rakyat, kemudian memang menyatakan
persetujuannya terhadap dekrit secara aklamasi pada 22 Juli 1959.
Bahkan jauh waktu setelah itu, dalam Lampiran TAP MPRS No. XX/
MPRS/1966 disebutkan bahwa Dekrit 5 Juli 1959 merupakan salah satu
dari sumber tertib hukum. Dekrit Presiden menjadi ‘sumber hukum’
bagi berlakunya kembali UUD 1945 sejak 5 Juli 1959.
Dekrit Presiden juga mendapat dukungan berupa pendapat
hukum pada tanggal 11 Juli 1959 dari Ketua MA Wiryono Projodikoro
yang diikuti dengan keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor
150 Tahun 1959 tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945.
Projodikoro menjelaskan:
“Tindakan presiden mendekritkan kembali
UUD 1945 didasarkan pada suatu hakikat hukum
tak tertulis bahwa dalam hal ketatanegaraan
tertentu kita dapat terpaksa mengadakan tindakan
yang menyimpang dari peraturan-peraturan
ketatanegaraan yang ada. Keadaan ketatanegaraan
yang memaksa ini dianggap oleh Presiden/
Panglima Tertinggi Angkatan Perang, ada dalam
negara kita. Dan berdasarkan atas inilah dekrit
presiden agar kembali ke Undang-Undang Dasar
1945 dikeluarkan”. 52
Berlakunya Dekrit Presiden sangat dipengaruhi oleh situasi
politik yang berkembang pada saat itu. `Terlepas dari perdebatan
Berlakunya aspek hukum, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tetap merupakan produk
Dekrit Presiden politik. Secara teoritis, suatu dekrit dari eksekutif akan rawan
sangat disalahgunakan dan dapat berpengaruh besar bagi perkembangan
demokrasi. Sejarah pada akhirnya memang mencatat, lahirnya dekrit
dipengaruhi oleh
tersebut juga sekaligus merupakan kelahiran dari absahnya Soekarno
situasi politik yang sebagai diktator baru dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya. Selain
berkembang pada itu, fungsi lembaga legislatif seperti DPR, dalam sistem negara totaliter
saat itu.
52 Haroen Al Rasyid, “Dekrit Soekarno 5 Juli 1959” dalam Iman Toto K. Rahardjo dan Herdianto WK
(ed), Bung Karno Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Jakarta : Grasindo, hlm. 505. Lihat
juga, J.B. Soedarmanta, Politik Bermartabat : Biografi I.J. Kasimo, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2011, hlm. 186
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 33
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018