Page 35 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 35
D ARI DPR HA SIL PEMIL U 1955
KE DPR -GR
Presiden Soekarno dengan wakil tiga partai besar, PNI, NU, dan
PKI secara bergantian dalam satu hari pada awal tahun 1959. PNI
dan PKI, seusai pertemuan, menyatakan setuju dengan penerapan
Demokrasi Terpimpin dan diwakilinya golongan fungsional dalam DPR.
Meskipun demikian, kedua partai tersebut tetap belum menyatakan
sikap mengenai jumlah keikutsertaan golongan fungsional di DPR.
PKI bahkan masih mempersoalkan prosedur pemilihan golongan
fungsional. Sementara itu, NU cenderung menolak melalui sikap abu-
abunya dengan menyatakan setuju pada demokrasi yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan musyawarah. Akan tetapi, mengenai
keikutsertaan golongan fungsional di parlemen, NU menyatakan bahwa
setiap warga negara yang tidak kehilangan haknya bisa masuk ke DPR
selama ada kejelasan prosedur. Dalam pandangan NU, di dalam partai
sesungguhnya telah terwakili juga golongan fungsional dan bukan
merupakan dua hal yang terpisah. 44
Hanya berselang dua hari setelah pertemuan presiden dengan
wakil tiga partai besar, Kementerian Penerangan menyiarkan
pernyataan mengenai usulan masuknya golongan fungsional ke DPR
melalui RRI pada tanggal 13 Januari 1959. Siaran tersebut membuat
sebagian anggota DPR berang karena dalam siaran kementerian
penerangan tersebut tersisip kalimat : “…dengan tidak mengurangi
kesungguhan bekerja dari DPR, lebih-lebih dalam waktu akhir-akhir
ini, dari DPR dalam bentuknya dewasa ini, tidak dapat kita menuntut
adanya kemampuan untuk mencerminkan cita-cita yang terkandung
dalam RUU Pembangunan Nasional yang setelah dipersiapkan DPN
Dalam (Dewan Perancang Nasional) akan dimintakan persetujuan DPR”. 45
pandangan NU, Hal tersebut kemudian membuat Sutomo dari PRI (Partai
di dalam partai Rakyat Indonesia) segera mengajukan usul interpelasi yang didukung
PNI, Masyumi, NU, Parkindo, dan Partai Katholik untuk meminta
sesungguhnya penjelasan kepada kementerian penerangan atas pernyataan tersebut.
telah terwakili Dalam sidang pleno DPR satu bulan kemudian, Menteri Penerangan
juga golongan Sudibyo memberikan alasan yang oleh sebagian anggota parlemen
fungsional dan justru dinilai tidak menjawab persoalan karena malah mengaitkan
alasan tersebut dengan peristiwa PRRI. Menurut Sutomo, “… Dengan
bukan merupakan disebutnya PRRI dalam penjelasan menteri… menteri seolah-olah
dua hal yang membelokkan persoalannya” Baru setelah menjalani dua kali sidang di
46
terpisah DPR, pada tanggal 6 Maret kementerian penerangan akhirnya membuat
44 Duta Masyarakat, 12 Januari 1959, hlm. 1 dan 2.
45 Duta Masyarakat, 10 Februari 1959, hlm. 2
46 Duta Masyarakat, 24 Februari 1959, hlm. 2
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 29
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018