Page 31 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 31
D ARI DPR HA SIL PEMIL U 1955
KE DPR -GR
zaken kabinet dengan Hatta sebagai perdana menteri. Rapat Pleno
37
DPR lalu memutuskan untuk memberi kesempatan kepada Panitia 9
untuk melanjutkan tugasnya. Setelah bekerja selama tiga bulan, Panitia
9 kembali memberikan laporan. Akan tetapi, karena hasilnya dinilai
belum konkrit, Panitia 9 kemudian dibubarkan DPR. Ketidakberhasilan
Panitia 9 mencari bentuk penyatuan kembali kedua tokoh ini, kemudian
tidak hanya menjadi persoalan mereka. Realitasnya Soekarno-Hatta
memang tidak mungkin disatukan lagi.
Sementara itu, usulan presiden mengenai bentuk pemerintahan
yang menurutnya cocok untuk Indonesia terus bergulir. Sejak bulan-
bulan pertama tahun 1957, Soekarno telah mengusulkan secara
terang-terangan bahwa “demokrasi terpimpin” dapat menjadi bentuk
pemerintahan yang lebih cocok dengan kepribadian nasional. Presiden
mengusulkan pembentukan pemerintahan yang akan didasarkan
pada “kabinet gotong rotong” yang terdiri atas partai-partai besar,
termasuk PKI, dengan penasihat sebuah Dewan Nasional yang terdiri
atas golongan-golongan fungsional, dan bukan partai-partai politik.
Meskipun demikian, Soekarno tidak mengusulkan penghapusan DPR.
Usulan yang dikenal dengan Konsepsi Presiden ini mengundang
Soetomo dan beberapa anggota DPR lainnya untuk melakukan
interpelasi yang menghendaki agar pemerintah memberikan
keterangan mengenai konsepsi presiden tersebut. Namun, keterangan
yang diinginkan DPR dari pemerintah ini tidak pernah jadi dilaksanakan
karena Presiden Soekarno telah lebih dahulu mengumumkan
konsepsinya di hadapan para pemimpin partai dan tokoh-tokoh
masyarakat di Istana Negara.
Oleh sebagian orang, move politik semacam ini dipandang
bertentangan dengan UUDS yang berlaku saat itu. Reaksi yang timbul
Sementara itu,
antara lain disampaikan oleh anggota DPR dan salah seorang pemimpin
usulan presiden Masyumi, M. Isa Anshary. Dalam majalah Daulah Islamiyyah, ia menulis
mengenai bentuk adanya keinginan presiden untuk turut aktif dalam pemerintahan.
pemerintahan Menurut Anshary, Dewan Nasional yang diusulkan presiden bukan
semata-mata dewan penasihat, melainkan dewan yang memungkinkan
yang menurutnya
presiden ikut aktif dalam pemerintahan yang tanpa oposisi dan tidak
cocok untuk bertanggung jawab kepada parlemen. Pemerintahan semacam ini,
Indonesia terus dinilai Anshary bertentangan dengan undang-undang dasar dan
bergulir. semangat demokrasi. Selain itu, pembentukan Dewan Nasional juga
dapat ditafsirkan sebagai kekuatan ekstraparlementer, yang berarti
37 Bintang Timur, 17 Desember 1957, hlm. 1
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 25
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018