Page 28 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 28

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                 BERPARLEMEN



                                                  tahun setelahnya, bahkan lebih. RAB 1952 dan RAB 1953 baru disahkan
                                                  menjadi undang-undang pada tahun 1954, sedangkan RAB 1954 dan
                                                  RAB 1955 baru disahkan pada tahun 1956.
                                                       Satu hal yang menarik dalam tahun pertamanya bertugas, DPR
                                                  juga disibukkan dengan proses pengunduran diri Mohammad Hatta
                                                  dari kursi wakil presiden. Melalui surat keduanya yang ditujukan kepada
                                                  Ketua Parlemen pada tanggal 23 November 1956, Hatta menyatakan
                                                  bahwa ia akan meletakkan jabatan pada tanggal 1 Desember atau
                                                  hanya satu minggu setelah surat diajukan. PNI segera mengeluarkan
                                                  pernyataan ketidaksetujuan melalui pernyataan yang ditandatangani
                                                  ketua umum dan sekretaris jenderal partai dengan alasan politis bahwa
                                                  negara masih membutuhkan Hatta dalam tampuk kepemimpinan
                                                  nasional. Kalaupun tidak bisa ditawar lagi, setidaknya PNI berharap
                                                  Hatta bersedia mengundurkan diri setelah Dewan Konstituante
                                                  menyelesaikan tugas menyusun undang-undang dasar.
                                                                                                    29
                                                       Dalam hal ini, DPR bahkan sepakat membentuk dan mengirim
                                                  satu tim delegasi untuk menemui Mohammad Hatta agar membatalkan
                                                  niat pengunduran dirinya, meskipun pada akhirnya tidak mampu
                       Dalam hal ini,             meluluhkan keinginan Hatta untuk tetap meletakkan jabatan. Akhirnya,
                         DPR bahkan               dalam rapat tanggal 30 November 1956 yang dihadiri oleh 206 anggota

                               sepakat            parlemen,  DPR  menerima  pengunduran  diri  Mohammad  Hatta.
                        membentuk                 Pada tanggal 1 Desember pukul 10.00 WIB, delegasi parlemen yang
                                                  terdiri atas semua unsur pimpinan DPR, ketua, dan tiga wakil ketua,
                      dan mengirim                mendatangi kediaman Hatta di Merdeka Selatan untuk menyampaikan
                  satu tim delegasi               “pernyataan terima kasih atas jasa-jasa Mohammad Hatta” yang

                   untuk menemui                  diputuskan DPR secara aklamasi pada pukul 24.00 dalam sidang khusus
                                                                    30
                Mohammad Hatta                    malam sebelumnya.
                                                       Dengan berhentinya Hatta sebagai wakil presiden, timbullah
                agar membatalkan                  persoalan baru mengenai siapa yang akan menggantikan tugas wakil
                 niat pengunduran                 presiden. Ketua PBNU, K.H. Dahlan, menyatakan bahwa kekosongan

                                dirinya           jabatan tersebut tidak perlu diisi lagi. Daljono (Masyumi) dan Harsono
                                                  Tjokroaminoto (PSII) juga menyatakan hal yang sama.  Pernyataan yang
                                                                                                 31
                                                  mewakili perseorangan ini sejalan dengan keputusan pemerintahan
                                                  Ali Sastroamijoyo II untuk tidak mengadakan pemilihan wakil presiden
                                                  baru. Alasan pemerintah saat itu adalah konsepsi pihak RIS dan RI
                                                  sewaktu menyusun undang-undang dasar sementara menyatakan
                                                  bahwa presiden dan wakil presiden tidak akan diganti sebelum

                                                  29    Suluh Indonesia, 27 November 1956, hlm.1
                                                  30   Suluh Indonesia, 3 Desember 1956, hlm. 1
                                                  31   Suluh Indonesia, 5 Desember 1956, hlm. 1




                                     dpr.go.id   22
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33