Page 136 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 136
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur aspirasi politik rakyat. 167
Selanjutnya, berdasarkan isi ketetapan MPR tersebut pada tahun
1973 semua partai politik resmi melakukan fusi, di mana golongan
spiritual menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sedangkan
golongan Nasionalis menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan
Golkar tetap menjadi golongan tersendiri. Dengan demikian dalam
pemilihan umum 1977 diikutsertakan dua partai dan Golongan Karya
(Golkar).
168
Pada bulan Februari 1970, presiden Soeharto mengadakan
konsultasi dengan pimpinan partai-parai politik mengenai gagasan
pengelompokan partai-partai. Di samping asas-asas yang dianut
bersama, pancasila dan UUD 1945, dasar pengelompokan itu sebaiknya
persamaan tekanan pada aspek-aspek pembangunan, baik material
maupun spiritual. Atas dasar ini disarankan pembentukan dua
kelompok:
Pada bulan a. kelompok material-spiritual, yang terdiri atas partai-
Februari 1970, partai yang menekankan pembangunan material tanpa
presiden Soeharto mengabaikan asas spiritual, tediri atas PNI, Murba, IPKI,
mengadakan Parkindo, dan partai Katolik; dan
konsultasi dengan b. kelompok spiritual–material, yang menekankan pembangunan
pimpinan partai- spiritual tanpa mengabaikan aspek material, terdiri atas NU,
parai politik Parmusi, PSII dan Perti.
mengenai gagasan Program fusi partai merupakan wujud konkret kecenderungan
pengelompokan pemerintah Orde Baru dalam hal perampingan sistem kepartaian
partai-partai. dan pembatasan jumlah partai untuk tujuan mengamankan program
stabilisasi. Fusi partai juga merupakan salah satu langkah sistematis
dari penguasa Orde Baru untuk membangun sebuah model
manajemen politik yang dianggapnya berdaya dukung bagi upaya
stabilisasi dan mengamankan pembangunan ekonomi berorientasikan
pembangunan. Mahrus Irsyam menyebutkan, fusi partai ini memiliki
169
tiga tujuan: 170
• Pertama, penggantian lembaga politik lama khususnya partai
politik dengan lembaga politik baru atau partai politik baru.
• Kedua, menghendaki pembatasan yang tegas antara
167 Amir Machmud. 1987. Pembangunan Politik Dalam Negeri Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.hal.
214
168 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar- Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama. Hal.446
169 Eep saefulloh F, Pengkhianatan Demokrasi Ala Orde Baru. Jakarta:Rosda.2000. hal. 194.
170 Mahrus Irsyam . Ulama dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Perkhidmatan. 1984. Hal. 49-50.
dpr.go.id 130
Bab III.indd 130 11/21/19 18:10