Page 250 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 250
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Pengaturan akan hal tersebut terdapat pada pasal 7 ayat (1)
ketetapan MPR No.III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan
Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara/atau Antar Lembaga-lembaga
Tinggi Negara, yang berbunyi sebagai berikut:
“Dewan Perwakilan Rakyat yang seluruh
anggotanya adalah anggota majelis, berkewajiban
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden
dalam rangka pelaksanaan Haluan Negara”.
Kewenangan yang diberikan kepada DPR sebagaimana tersebut
...Presiden Soekarno dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) di atas didasarkan pada pertimbangan
telah tidak dapat bahwa selain karena adanya keterikatan keanggotaan juga demi
memenuhi efisiensi. Hal ini disebabkan karena perbandingan antara anggota
pertanggung- DPR dengan anggota MPR, di mana jumlah anggota DPR yang hanya
setengah dari jumlah anggota MPR, juga karena tugasnya selama 5
jawaban tahun, DPR senantiasa dapat mengadakan sidang-sidangnya secara
konstitusional terus-menerus. Berbeda dengan MPR yang karena anggotanya terlalu
sebagaimana banyak dan sebagian anggotanya diperbolehkan merangkap jabatan
layaknya kewajiban pada lembaga pemerintahan lainnya (misalnya Menteri, Gubernur
seorang Mandataris KDH Tingkat 1), maka kiranya tugas ini tidak atau kurang efisien jika
terhadap MPRS. dilaksanakan oleh MPR.
Walaupun menurut UUD 1945 MPR dapat melaksanakan sidang
lebih dari satu kali dalam lima tahun, akan tetapi dalam perjalanan
tugasnya, MPR baru sekali memanfaatkan kesempatan tersebut, yakni
tatkala MPR(S) mengadakan sidang istimewa pada tahun 1967 untuk
meminta pertanggungjawaban Presiden Soekarno.
Pertanggungjawaban Presiden Soekarno dalam bentuk pidato
yang berjudul “Nawaksara” beserta “Pelengkap Nawaksara” yang
disampaikan kepada MPRS tidak memenuhi harapan rakyat pada
umumnya dan anggota-anggota MPRS pada khususnya, karena tidak
memuat secara jelas pertanggungjawaban tentang kebijaksanaan
Presiden mengenai pemberontakan kontra relovusi G.30 S/PKI beserta
epilognya, kemunduran ekonomi dan kemerosotan akhlak.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka dalam pasal 1 Tap
MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 dinyatakan, bahwa Presiden Soekarno
telah tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konstitusional
sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap MPRS.
Selain itu dalam pasal (2) disebutkan, bahwa Presiden Soekarno telah
dpr.go.id 246
Bab IV.indd 246 11/21/19 18:13