Page 485 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 485
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Belum optimalnya fungsi DPR RI pada periode ini antara lain,
setidaknya dapat dikaji dalam beberapa aspek seperti: sistem politik
dari hukum politik, Peraturan Tata Tertib DPR, kesiapan anggota DPR
dan budaya politik. Sistem politik dari hukum politik yang berlaku
327
telah menghambat sirkulasi aspirasi rakyat. Keputusan atau sikap politik
DPR ditentukan oleh perangkat pimpinan fraksi yang tunduk kepada
pimpinan induk organisasi. Pimpinan Fraksi ABRI tuduk pada Panglima
ABRI. Pimpinan Fraksi Karya Pembangunan tunduk pada DPP Golkar yang
dipimpin oleh Ketua Umum. Pimpinan Fraksi Persatuan Pembangunan
Wakil Ketua DPR tunduk pada DPP PPP yang diketuai oleh Ketua Umum. Fraksi Demokrasi
RI, Saiful Sulun Indonesia tunduk pada DPP PDI yang dipimpin oleh Ketua Umum.
mengakui bahwa Panglima ABRI secara otomatis adalah jajaran ekskutif yang tunduk dan
dirinya seringkali bertanggungjawab kepada presiden. Dalam Golkar, Presiden Soeharto
tersudut apabila adalah Ketua Pembina dan DPP Golkar tunduk pada keputusan Dewan
DPR dipertanyakan Pembina. Partai lain seperti PPP yang beberapa kali mengalami konflik
mengapa internal partai, pihak-pihak yang saling bertikai sama-sama meminta
DPR belum untuk ditengahi oleh pemerintah. DPP-PPP menjadi tidak mandiri
menggunakan dalam mengambil keputusan. PDI tidak jauh juga berbeda situasinya,
hak inisiatif untuk dalam beberapa kali kongresnya, pemerintah mempunyai peran dalam
mengusulkan RUU. menentukan personil DPP-PDI termasuk Ketua Umumnya.
Kurang berfungsinya DPR dan sangat dominannya pemerintah juga
dipengaruhi oleh sistem rekruitmen para anggota DPR RI terutama dari
Fraksi Karya Pembangunan dan ABRI sebagai fraksi yang mendominasi di
DPR-RI. Rekruitmen dilakukan melalui penilaian yang ditentukan oleh tiga
jalur yaitu jalur ABRI, jalur pemerintahan (Korpri), dan jalur pimpinan Golkar.
Sehingga, para anggota yang dicalonkan dan kemudian terpilih menjadi
anggota DPR merasa hutang budi kepada pimpinan tiga jalur tersebut.
Sepanjang berjalannya DPR RI periode 1987-1992 telah berhasil
mengesahkan 55 UU. Namun keseluruhan UU yang dihasilkan tersebut,
tidak ada satupun yang merupakan inisiatif dari DPR. Seluruhnya
merupakan inisiatif dari pemerintah. Terkait dengan hal tersebut, suara-
suara dari DPR beranggapan bahwa tidak proposional apabila pengajuan
hak usul inisiatif menjadi ukuran untuk menilai kinerja DPR. Hal tersebut
dikarenakan dalam penyiapan RUU, pemerintah lebih memiliki banyak
perangkat yang menunjang. Pemerintah memiliki waktu, dana dan
memiliki staf ahli yang mampu menopang penyiapan RUU. Sedangkan
di DPR tidak ada bantuan tenaga ahli yang dibiayai negara.
327 Muchtar Pakpahan, “ kajian Hukum Tata Negara Terhadap Tidak Optimalnya Fungsi DPR RI
Selama Orde Baru”, dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke 42, No 2, Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2012, hlm 236
dpr.go.id 484
Bab VI CETAK.indd 484 25/11/2019 01:40:10