Page 486 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 486
DPR RI 1987 - 1992: ER A PENGU ATAN TATANAN
EK ONOMI D AN SO SIAL B ANGS A INDONE SIA
Wakil Ketua DPR RI, Saiful Sulun mengakui bahwa dirinya
seringkali tersudut apabila DPR dipertanyakan mengapa DPR belum
menggunakan hak inisiatif untuk mengusulkan RUU. Hal tersebut
terutama disebabkan Peraturan Tata Tertib DPR mengenai penggunaan
hak DPR memang diatur begitu ketat dan kaku. Sebagai contoh, untuk
mengajukan RUU usul inisiatif sekurangnya harus terdiri dari 20
anggota tidak dari satu Fraksi. 328
Keinginan agar DPR dilengkapi dengan tenaga ahli memang
sudah beberapa kali dikemukakan oleh kalangan DPR. Ketua DPR,
Kharis Suhud telah merintis upaya tersebut dengan menjalin kerjasama
Suara-suara antara DRP-Universitas Indonesia yang ditandatangani tanggal 15
yang beredar di Agustus 1990 di Gedung DPR.DPR 1987—1992 mulai mempersilahkan
masyarakat saat itu tokoh-tokoh yang diakui keahliannya dalam berbagai bidang untuk
menganggap DPR berbicara dalam forum DPR. Kebiasaan menyelenggarakan dengar
kalah berwibawa pendapat itu mendapat respon positif di mata masyarakat. Menurut
dengan lembaga Sekretaris Jenderal DPR RI, Soelaksono, DPR terbuka terhadap berbagai
eksekutif. kritik dan saran. Kritik yang konstruktif dapat berfungsi sebagai
dukungan keberhasilan tugas wakil rakyat. 329
Kurang mampunya DPR dalam mengajukan hak interpretasi
dan hak inisiatif dalam rancangan undang-undang, mendapat sorotan
dari masyarakat tanah air. Menurut Prof. Dr. Soemantri, Ketua
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, kritik-kritik pedas yang datang
dari masyarakat selama masa tugas DPR 1987—1992, merupakan hal
yang wajar dan sekaligus mencerminkan harapan rakyat, agar para
wakil mereka yang duduk di DPR senantiasa dapat menjalankan
tugasnya dengan berlandaskan aspirasi masyarakat. Kritik masyarakat
menunjukkan adanya kesadaran politik yang cukup tinggi. Akan tetapi
disisi lain hal itu merupakan indikator kurang berfungsinya wakil-wakil
rakyat sebagai agen artikulasi kepentingan masyarakat. 330
Suara-suara yang beredar di masyarakat saat itu menganggap
DPR kalah berwibawa dengan lembaga eksekutif. Misalnya, tidak
digunakannya hak budgeting DPR sewaktu membicarakan APBN
dengan pihak eksekutif. Juga hak-hak DPR lain yang belum dilaksanakan
secara menyeluruh, seperti hak inisiatif dan hak intepretasi.
Sejalan dengan itu, menurut Prof. Soetandyo Wignyosoebroto,
Guru Besar Fisip Universitas Airlangga, kritik yang datang dari
328 Op.Cit., hlm 1
329 “Sekjen DPR Terbuka terhadap kritik”. Kompas, tanggal 3 Maret 1989, hlm 8
330 “Kritik kepada DPR Merupakan Bukti Kurang berfungsinya Wakil Rakyat”,. Kompas, tanggal 23
September 1992, hlm 1
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 485
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab VI CETAK.indd 485 25/11/2019 01:40:10