Page 488 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 488
DPR RI 1987 - 1992: ER A PENGU ATAN TATANAN
EK ONOMI D AN SO SIAL B ANGS A INDONE SIA
bahwa Ketua dan Wakil Ketua DPR, di infrastruktur masih dianggap
sebagai kepala djawatan. Ungkapan yang digunakan Harry Tjan
Silalahi itu ibarat pisau bermata dua untuk DPR. Kolumnis Soetjipto
Wirosardjono, dalam Suara Karya 22 Desember 1990, memberikan
persepsi bahwa apa yang diucapkan oleh Harry Tjan itu sebagai
penilaiannya terhadap DPR. 334 Wakil ketua MPR, Soeprapto,
berpendapat bahwa pernyataan mengenai Ketua DPR yang masih
dianggap sebagai kepala jawatan dapat berakibat bukan hanya pada
penurunan citra DPR, tapi juga mengurangi kepercayaan rakyat
terhadap lembaga tersebut. Kepala Jawatan akan mengambil keputusan
dan tanggungjawab keluar ke dalam. Keliru bila kriteria itu diterapkan
pada DPR. Karena Ketua DPR dan para wakilnya hanya mempunyai
tugas untuk ketok palu. 335
Menanggapi sikap dan peran Legislatif pada era 1990-
an, Pemuda GP Ansor menyelenggarakan Seminar Nasional
dengan tema Meningkatkan Peran Legislatif dalam Kehidupan
Kenegaraan di Indonesia pada tanggal 15 Desember 1992 di Jakarta.
Dalam seminar tersebut turut hadir Menteri Sekretaris Negara,
Moerdiono. 336
Dalam seminar itu, menurut Prof. Dr. Hamid Attamimi, di
Politik perundang- dalam UUD 1945 secara jelas menguraikan bahwa DPR senantiasa
undangan yang mengawasi tindakan-tindakan presiden. Kata senantiasa yang
efektif akan berarti terus menerus menempatkan DPR dalam fungsi kontrol
terlaksana secara yang penuh terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara,
konstitusional termasuk kontrol penuh terhadap penyelenggaraan pengaturan,
dalam suasana baik yang dilakukan presiden, dengan persetujuan DPR, seperti
keseimbangan pembentukan Undang-Undang, maupun yang dilakukannya tanpa
kekuasaan persetujuan DPR, seperti peraturan pemerintah atau Keppres. 337
antara DPR dan Menurut ahli hukum Albert Hasibuan, pada masa itu yang
Pemerintah. sering menjadi sorotan tajam dari masyarakat adalah tentang
kedudukan DPR, termasuk kekuasaannya, dibandingkan dengan
pemerintah atau presiden. Politik perundang-undangan yang
efektif akan terlaksana secara konstitusional dalam suasana
keseimbangan kekuasaan antara DPR dan Pemerintah. Oleh
karena itu, DPR perlu memahami kedudukan dan kekuasaan DPR
334 “DPR dan Sikap Infrastruktur”, Kompas, 31 Desember 1992, hlm 4
335 Ibid
336 “Karena Harapan kepada DPR Sangat Besar, Disorotilah Lembaga itu”, Kompas, 18 Desember
1992, hlm 4
337 “Anggota DPR tak Punya Hubungan Batin dengan yang diwakili.’, Kompas, 16 Desember 1992,
hlm 5
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 487
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab VI CETAK.indd 487 25/11/2019 01:40:10