Page 21 - MAJALAH 101
P. 21
Angka PT persyaratan Pemilu. Bila tak memenuhi, berarti partai
tidak optimal bekerja sesuai tujuan pendirian partai,”
Parliamentary threshold (PT) sudah ditetapkan dalam tandas Azhar.
UU NO.8/2012 adalah 3,5%. Sebelumnya, pada Pemilu
2009 angka PT adalah 2,5%. PT merupakan hal lazim Pemilihan Presiden
yang diterapkan hampir di semua negara demokratis.
Contoh paling ekstrem soal penerapan PT adalah Setelah partaipartai terseleksi dengan baik untuk
Turki. Di sana besaran PTnya adalah 10%. Jadi, dari bisa masuk parlemen lewat Pemilu, selanjutnya partai
puluhan partai yang ada, hanya dua partai yang masuk akan diseleksi pula untuk bisa mencalonkan jagoannya
parlemen. Selebihnya, terdegradasi karena tak cukup sebagai calon presiden. Tidak semua partai yang lolos
kuat mengejar angka PT tersebut. PT otomatis boleh mengajukan calonnya sebagai
presiden. Banyak wacana yang sedang berkembang
Soal ini, Azhar berpandangan, untuk penguatan saat ini, karena UU Pemilihan Presiden masih digodok
kelembagaan DPR, angka PT 3,5% sebetulnya masih DPR. Sempat mengalami penundaan di Rapat Paripurna
kurang. Angka PT ini juga untuk menguji respon market DPR, namun dipastikan UU ini segera disahkan sebelum
masyarakat terhadap suatu partai politik. Seleksi alam di penyelenggaraan Pemilu 2014.
era keterbukaan ini sangat ketat. Suarasuara partai yang
tak memenuhi PT akan hangus dan terbuang percuma. Saat ini, sudah ada 12 partai nasional yang boleh
Ini sudah konsekuensi di negara demokratis. “Jadi, PT mengikuti Pemilu. Tentu saja harus ada koalisi bila ingin
sebenarnya alat ukur suatu partai secara nasional untuk mengajukan calon presiden. Tidak mungkin kedua belas
bisa masuk parlemen.” partai mengajukan sendiri
sendiri calonnya. Lagilagi ada
Bila jumlah partai yang masuk aturan main yang akan segera
parlemen lebih sederhana hasil diberlakukan. Menurut Azhar,
seleksi Pemilu, itu tidak saja saat ini president threshold
menguatkan parlemen, tapi hampir sama dengan pemilu
lebih jauh dari itu, memudahkan sebelumnya, yaitu 20 kursi
setiap pengambilan keputusan parlemen atau 25% suara di
politik. Misalnya, lanjut Azhar, parlemen.
tugas pokok menyusun UU di
DPR juga akan lebih mudah. Pada Pemilu 2004 saja ada 5
Di Amerika, hanya dua partai pasang capres dan cawapres.
yang masuk parlemen, yaitu Kita harus melakukan Pilpres
Demokrat dan Republik. Bukan hingga 2 putaran untuk
berarti partai lain tidak ada. mendapatkan suara mayoritas.
Setidaknya ada delapan partai B ay an gk an, bila s y ar at
politik di Amerika yang setiap pengajuan calon presiden
penyelenggaraan Pemilu tak sesuai dengan jumlah partai
pernah lolos PT. yang ikut Pemilu 2014. Bisa
jadi ada 12 pasang. Sulit,
Azhar bersama anggota DPR melelahkan, dan yang pasti
RI lainnya pernah mela ku kan ongkos politik membengkak.
kunjungan studi ke Amerika Aturan besaran syarat masuk
soal ini. Saat itu, DPR sedang parlemen dan pengajuan calon
menggodok UU MD3. Di Jerman presiden semuanya berujung
pun demikian, terang Azhar. PT selalu diterapkan untuk pada penguatan kelembagaan, baik DPR maupun
menyeleksi partaipartai, agar hanya yang berkualitas lembaga kepresidenan.
dan punya dukungan suara cukup saja yang masuk
parlemen. Namun, jangan dipahami penerapan PT ini Contoh konkrit, ketika Partai Demkorat menjadi
sebagai mereduksi kebebasan berserikat. Itu jadi lain kampiun dalam Pemilu 2009. Presiden SBY masih
persoalan. digoyang terus di parlemen, sehingga tidak mudah
mengambil keputusan politik, betapa pun partainya
Sejatinya, semua kelompok dan golongan bebas sudah berkoalisi dengan partaipartai lain di DPR. Jadi,
mendirikan partai politik. Hanya tentau saja ada aturan efektifitas jalannya pemerintahan harus terjamin.
main yang harus ditaati, agar lebih tertib dan terarah. “Makanya MK menolak gugatan seorang presiden dari
Ini juga demi terjaminnya demokratisasi yang bersih jalur perseorangan. Kalau tidak ada dukungan parlemen
dan sehat. “Penerapan PT bukan berarti kita membatasi. sangat susah bergerak,” ungkap Azhar. (mh, mp) Foto:
Tetapi, partai betulbetul telah teruji dalam memenuhi Hindra/Parle.
PARLEMENTARIA EDISI 101 TH. XLIII, 2013 21