Page 27 - MAJALAH 103
P. 27

Pemilu. Para calegnya pun diminta  Bogor, malah dijarah dan dibakar.  menjadi  anggota  DPR  mereka
            menandatangani kontrak dengan  Yang mimpin justru LSM lingkungan  kaget mendapat fasilitas mewah
            konstituennya masing­masing, agar  hidup. Aneh bin ajaib. Aparat juga  dari  negara.  Kemudian  mulailah
            menjadi wakil rakyat yang betul­  tidak berdaya.”                   mereka tergoda ingin memenuhi
            betul terpercaya dan pantas duduk                                   kebutuhannya  dengan  membeli
            di Senayan.                         Demokrasi  yang  kebablasan  mobil untuk dirinya, untuk isterinya,
                                              membuat penegakan hukum juga  dan  anak­anaknya.  Kebutuhan
              Politik dan Hukum               menjadi  lemah.  Ironisnya  lagi,  hidupnya  mulai  meningkat.  Dan
                                              pada usia 15 tahun reformasi ini,  gaji yang legal tidak lagi mencukupi
              Gaya kepemimpinan Orde Baru,  korupsi menggeliat. Departemen­     kebutuhannya. Akhirnya, mencari
            memang, otoriter. Memasuki era  departemen  dikorup  oleh  para  yang tidak halal sekaligus untuk
            reformasi,  gaya  kepemimpinan  politisi. Cuma Kementerian PU saja,  mengembalikan modal politiknya
            menjadi egaliter. Kebebasan luar  kata Sutiyoso, yang belum diketahui,  selama kampanye Pemilu lalu.
            biasa diberikan oleh negara kepada
            warganya.  Pers,  ormas,  parpol,
            tumbuh berkembang menemukan
            kebebasannya. Di tengah kebebasan
            itu, ada pula yang kebablasan. Bang
            Yos, begitu ia akrab disapa, pernah
            menjadi korban kebebasan pers di
            era reformasi.

              Ia pernah digosipkan dekat dengan
            selebritas dan memberi rumah di
            Sentul. Padahal, tak ada bukti apa
            pun untuk itu. “Pers seperti itu kalau
            ditanggapi  akan  menjadi­jadi,”
            tandas Sutiyoso. Inilah pentingnya
            merenungkan kembali semangat
            reformasi.  Di  bidang  politik,
            demokrasi  masih  diterjemahkan
            terlalu sederhana: berbuat apa pun
            boleh. Ini karena tingkat pendidikan
            mayoritas  masyarakat  Indonesia
            masih rendah.
              “Demokrasi yang sudah ratusan
            tahun umurnya hanya di Amerika.
            Hukum itu ditegakkan luar biasa
            dan konsisten. Sehingga orang pun
            takut melawan hukum. Sebaliknya,
            di  n e gar a  k it a,  d e m o k r asi
            diterjemahkan apa pun boleh. Suka
            kebablasan. Itu karena hukum tidak
            ditegakkan. Daya pikir masyarakat
            kita belum seperti di Amerika yang
            educated,” papar Sutiyoso.

              Repotnya, pada masyarakat yang
            tidak terdidik, kerap menanggapi
            sesuatu  dengan  tidak  rasional.  jadi  lahan  jarahan  parpol  mana.   Kasus korupsi yang membelit para
            “Bisa  saya  katakan,  di  Indonesia  “Sistem setengah hati menjadikan  politisi Senayan memperlihatkan
            apa  pun  boleh  asal  dilakukan  duit pemerintah jadi jarahan parpol­  keterkaitannya dengan fakta di atas.
            secara  berjamaah.  Ramai­ramai  parpol. Inilah yang dilakukan para  Belum lagi korupsi yang dilakukan
            menjarah  rumah  orang­orang  politisi Senayan,” tutur Sutiyoso.    para  penyelenggara  negara  di
            Tionghoa. Mereka, kan, masyarakat                                   eksekutif maupun yudikatif yang
            kita. Sampai investasi pengolahan   Menurut  Sutiyoso,  di  masa  juga marak. “Pemberantasan korupsi
            sampah yang modern yang kita tiru  reformasi  ini,  banyak  lahir  persoalannya  pada  keteladanan.
            dari negara­negara maju di Bojong,  politisi  kagetan.  Setelah  terpilih  Peluang korupsi harus kita cegah


                                                                                PARLEMENTARIA  EDISI 103 TH. XLIII, 2013  27
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32