Page 45 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 45
Oloan Sitorus: Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum 37
secara materi lokasi pembangunan termasuk dalam kawasan rawan bencana tsunami
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum in casu pembangunan bandara. Namun, putusan PTUN di atas akhirnya
dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung No. 456 K/TUN/2015. Di dalam putusan ini
dinyatakan bahwa Judex Facti terlalu sempit menyimak dasar yuridis Keputusan TUN objek
sengketa, karena dalam Lampiran Perda Provinsi DIY No. 6 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2012-2017, Bab VI Strategi dan Arah Kebijakan,
Angka 6.3. Arah Pembangunan Kewilayahan, Sub 6.2.4. Kabupaten Kulon Progo, secara
eksplisit dan implicit telah menyebut adanya “Pengembangan Bandara Baru di Kulon Progo”.
Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Berdasarkan Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, instansi yang
memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Perta-
17
nahan. Konkritnya, Instansi yang memerlukan tanah, setelah melengkapi dengan: (a)
Keputusan Penetapan Lokasi, Dokumen Perencanaan, dan (b) Data Awal Pihak yang Berhak
dan Objek Pengadaan tanah, mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada Ketua
18
Pelaksana Pengadaan Tanah. Atas dasar pengajuan pelaksanaan itu, Ketua Pengadaan
Tanah menyiapkan pelaksanaan Pengadaan Tanah (Pasal 52 ayat (3) Perpres No. 71 Tahun
17 Pengadaan Tanah pada prinsipnya dilaksanakan oleh Lembaga Pertanahan yang pelaksanaannya
dapat mengikutsertakan atau berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/
Kota.
18 Pasal 3 ayat (1) Perpres No. 71 Tahun 2012 menyatakan apabila pengadaan tanah dilaksanakan oleh
Kanwil BPN, maka susunan keanggotaan pelaksana Pengadaan Tanah, paling kurang:
a. Kepala Kantor Wilayah BPN sebagai Ketua;
b. Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk
sebagai anggota;
c. Kepala Kantor Pertanahan setempat pada lokasi pengadaan tanaqh sebagai anggota;
d. Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah provinsi paling rendah setingkat Eselon III yang
membidangi urusan pertanahan atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai anggota;
e. Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota paling rendah setingkat Eselon III yang
membidangi urusan pertanahan atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai anggota;
f. Camat atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai anggota;
g. Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai anggota; dan
h. Kepala Seksi Pengaturan Tanah Pmemerintah atau pejabat setingkat Eselon IV yang ditunjuk
sebagai Sekretaris merangkap anggota.
Selanjutnya, ayat (2) dari Pasal 3 Perpres di atas menyatakan bahwa apabila pengadaan tanah
dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah,
paling kurang:
a. Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua;
b. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah atau Pejabat setingkat Eselon IV yang ditunjuk
sebagai anggota;
c. Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota paling rendah Eselon IV yang
membidangi urusan pertanahan sebagai anggota;
d. Camat atau nama lain setempat pada lokasi pengadaaan tanah sebagai anggota;
e. Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai anggota; dan
f. Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah atau Pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris
merangkap anggota.