Page 118 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
P. 118
BPN) mencanangkan Konsolidasi Tanah, baik secara vertikal maupun
horizontal, yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN
Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Konsolidasi Tanah. Implementasi
dari kebijakan tersebut dimaksudkan sebagai upaya optimalisasi
pemanfaatan ruang yang terbatas dalam rangka menampung dan
menunjang berbagai kebutuhan hidup manusia terutama dari segi
tempat tinggalnya.
Permasalahannya, kegiatan pemanfaatan ruang tersebut
tidak dibarengi dengan pengembangan kawasan pertanian yang
berorientasi pada ruang vertikal. Hal tersebut senada dengan yang
disampaikan oleh Barui et al, (2022) yang menyatakan bahwa manusia
saat ini sudah bisa hidup secara vertikal, maka seharusnya manusia
juga bisa bertani secara vertikal. Orientasi pemanfaatan ruang melalui
pengembangan permukiman vertikal untuk menyokong peningkatan
populasi penduduk sudah diupayakan di Indonesia (Jamika et al.,
2023). Akan tetapi, upaya untuk menyediakan dan mempertahankan
produksi pangan oleh Pemerintah Indonesia baru berada pada tahap
menjaga dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian (Ansari et
al., 2020). Peningkatan populasi penduduk memberi konsekuensi
logis terhadap peningkatan kebutuhan pangannya, sehingga
diperlukan penyelarasan yang bukan hanya untuk menjaga, namun
meningkatkan produksi dan ketahanan pangan bagi penduduk
Indonesia. Peningkatan tersebut dapat diwujudkan dengan
mengadopsi orientasi pemanfaatan ruang secara vertikal, yaitu
pengembangan kawasan pertanian secara vertikal.
KONSEP PERTANIAN VERTIKAL
Ide awal dari pertanian vertikal sudah ada sejak dibangunnya
The Hanging Gardenof Babylon di wilayah Mesopotamia (Iraq) pada
tahun 600 SM (Van Gerrewey et al., 2022). Adopsi dari ide tersebut
yang kemudian menghasilkan buah pemikiran untuk menata
kawasan pertanian menjadi vertikal/menjulang ke atas. Konsep
dasar pertanian vertikal dalam tulisan ini bukan hanya sebatas
Konsep Pengembangan Kebijakan Pertanian Vertikal 103
I Putu Gde Yoga Sugiri