Page 122 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
P. 122
Sawah yang dikembangkan di gedung berbasis vertikal ini dapat
ditetapkan sebagai kawasan pertanian strategis oleh pemerintah,
yang posisinya turut memberikan peningkatan ketahanan pangan di
samping LP2B dan LSD. Dengan kata lain, pengembangan pertanian
khususnya sawah berbasis vertikal merupakan langkah lanjutan
terhadap upaya menjaga ketahanan pangan selain dari kebijakan
pengendalian alih fungsi lahan sawah. Posisinya tidak menggantikan
LP2B maupun LSD, namun dapat dijadikan sebagai faktor penambah
dari keduanya. Keberadaan ekosistem pertanian vertikal akan turut
membawa dampak positif dalam berbagai aspek di perkotaan, seperti
misalnya dalam aspek lingkungan hidup, perekonomian berbasis
Agropolitan, penyerapan tenaga kerja, optimalisasi ruang gerak dan
mobilitas penduduk perkotaan, serta orientasi pemanfaatan ruang
yang memperhatikan daya dukung lingkungan. Selain itu, suatu kota
yang mengembangkan pertanian vertikal juga akan lebih mudah
dalam menyuplai pasokan kebutuhan pangan secara mandiri dan
lebih mudah dalam mendistribusikannya.
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KEBIJAKAN
Mengingat belum adanya pengembangan pertanian vertikal
dalam skala besar di Indonesia, diperlukan perencanaan dan persiapan
yang matang dalam rangka mempersiapkannya. Oleh karena itu,
sebagai langkah awal identifikasi permasalahan, diperlukan analisis
yang salah satunya dapat dilakukan melalui penggambaran kerangka/
framewrok DPSIR (Driving Forces/Drivers – Pressures – State –
Impacts – Responses). DPSIR merupakan suatu instrumen yang
umum digunakan untuk memberikan gambaran dan menganalisis
persoalan lingkungan (Wang et al., 2018 dalam Pradana et al, 2023).
Adapun penggambaran framework DPSIR terhadap permasalahan
yang diangkat digambarkan sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.
Konsep Pengembangan Kebijakan Pertanian Vertikal 107
I Putu Gde Yoga Sugiri