Page 56 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 56

Membicarakan persoalan agraria dalam konteks pertanahan
             di Indonesia sama dengan mendiskusikan hukum, kebijakan, dan
             implementasinya terkait dengan “tanah”. Sejak zaman kolonial,
             persoalan tanah telah diatur oleh lembaga tersendiri karena hal itu
             menyangkut hak-hak banyak pihak/tanah tidak semata persoalan
             lahan yang ditanami dan diduduki, tetapi menyangkut juga ruang
             untuk hidup dan sosial. Sebelum Indonesia merdeka, bangsa ini
             sudah mengenal beberapa istilah terkait dengan tanah, khususnya
             menyangkut pajak hasil pertanian yang diterapkan oleh VOC
             (Contigenten). Petani harus menyerahkan sebagian hasil pertaniannya
             kepada Kompeni tanpa dibayar. Di luar itu, pada masa VOC juga
             petani telah masuk dalam skema politik rente dan perdagangan yang

             diatur oleh Kompeni dan raja. Verplichte leverante, suatu bentuk
             ketentuan yang keputusannya dilakukan oleh Kompeni dan raja
             tentang kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen kepada Kompeni,
             sementara harganya ditentukan secara sepihak. Inilah awal pertama
             interaksi pribumi dengan kolonial dalam persoalan tanah yang
             merugikan.
                   Setelah VOC bangkrut, muncul sistem penguasaan tanah yang
             jauh lebih kejam yakni sistem kolonial Belanda yang datang memang
             untuk menjajah dan mengeksploitasi bumi Nusantara. Persoalan
             penguasaan tanah langsung mengalami perubahan karena transaksi
             tanah dalam skala besar terjadi pada periode ini. Kita sering mengenal
             dengan nama tanah partikelir  yang kemudian dihapus keberadaanya
                                          22
             atas perintah UU 1/1958. Tanah partikelir dikenal pada periode
             Gubernur Jenderal Mr. Herman Willem Deandels (1808-1811). Dari
             tangannya muncul kebijakan politik pertanahan yang mengizinkan

             penjualan/sewa tanah dalam skala luas kepada pemodal kaya Cina,
             Arab, dan Belanda. Penjualan tanah dalam skala luas kepada pemilik
             modal besar inilah awal lahirnya tuan-tuan tanah di Indonesia (sistem
             feodal). Penjualan tanah model ini seperti “negara dalam negara”,



                   22 Model penguasaan tanah ini kemudian dibatalkan oleh negara dengan terbitnya UU
             No. 1 tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir.


                                   Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria  25
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61