Page 61 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 61
namun keteguhan dan konsistensi telah ditunjukkan oleh Sukarno
dengan terus mengontrol sekaligus menciptakan upaya-upaya untuk
mencapai tujuannya. Tentu saja berbagai upaya itu tidak mudah dan
mengalami naik uturun. Proses dan dinamikanya mengalami berbagai
hambatan dan tantangan. Bagian poin ini mencoba melihat semua
proses dan dinamika dalam periode awal pembentukan Hukum
Nasional dalam kerangka Kepanitiaan Agraria 1948 dan 1951.
1. Mimpi Pertama: Panitia Yogya, 1948
Kebijakan kolonial atas penguasaan tanah sebagaimana dikritik
oleh Sukarno dalam Indonesia menggugat tampaknya menemukan
relevansi ketika Indonesia Merdeka. Salah satu point penting dalam
dalam menata persoalan agraria pasca Indonesia merdeka adalah
menempatkan (mengkaji ulang) persoalan hukum dan kebijakan
agraria yang berlaku pada periode kolonial. Tidak saja menghapus
produk hukum yang merugikan Indonesia tetapi dilandasi penataan
persoalan tanah yang berkeadilan. Sukarno memahami betul apa yang
ia kritik dari Agrarische Wet sehingga ia membentuk kepanitiaan
agraria dalam rangka menyusun hukum-hukum yang terkait dengan
pertanahan. Langkah pertama yang dilakukan oleh Sukarno adalah
membentuk “Panitya Tanah Conversie” dengan penetapan presiden
tanggal 6 Maret 1948. Panitia ini kemudian berhasil mengeluarkan
produk UU No. 13 Tahun 1948 yang isinya tentang Perubahan
Vorstenlands Grondhuureglement. UU ini merupakan tuntutan dari
para petani Yogyakarta dan Surakarta yang menghendaki pembagian
tanah yang telah bebas dari perusahaan pertanian. Tuntutannya
agar pemerintah membebaskan hak-hak istimewa yang diberikan
kepada perusahaan-perusahaan pertanian yang sering disebut
conversie sebagaimana diatur dalam pasal 5 dari Voerstenlands
Grondhuurreglement.
30
30 Lihat selengkapnya UU No. 13 Tahun 1948 tentang Perubahan Vorstenlandsch
Grondhuurreglement beserta penjelasan rincinya pasal demi pasal. Lihat juga dalam
Mochammad Tauchid, Op.Cit., hlm. 518-525.
30 Kelembagaan