Page 59 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 59

tuan hakim yang terhormat, banjir harta yang keluar dari Indonesia
                 malah makin besar, pengeringan Indonesia malah makin makan”. 25

                 Dalam pidato tersebut di atas Sukarno menggambarkan bahwa
            sistem liberal yang diterapkan oleh Pemerintah Belanda di Hindia
            Belanda justru semakin menjadikan sumber-sumber ekonomi
            Indonesia diambil untuk kepentingan Belanda dan swasta, dan tidak
            berdampak sama sekali terhadap masyarakat Indonesia. Hal itu yang
            juga menjadi keresahan Sukarno ketika melihat tanah-tanah dalam
            skala luas dikuasai oleh asing untuk dieksploitasi. Sejak Agrarische
            Wet 1870 lahirnya telah memunculkan masalah agraria yang bersifat
            dualistis dan sangat ruwet di Indonesia. Hal ini ditandai dengan
            adanya beberapa hak menurut hukum Barat untuk orang asing, yang
            diatur dalam Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
            sebagai jaminan perkembangan modal partikelir asing di Indonsia
            dengan hak benda yang kuat. Kedua, hak tanah bagi Rakyat Indonesia
            yang berlaku menurut hukum adat. Akan tetapi hak ini tidak diakui

            sepenuhnya oleh Pemerintah Kolonial, misalnya dalam Stbl. 1896 no.
            44 dan Stbl 1925 no. 649, kekuasaan untuk mengatur tanah yang ada
            dalam lingkungan daerah desanya (tanah yang belum dibuka) sudah
            tidak dimiliki lagi. 26
                 Ketidakadilan dalam kebijakan pemerintah kolonial terkait
            tanah semakin jelas karena diberlakukannya Agrarische Besluit yang
            kemudian dikenal dengan domein verklaring. Dalam pernyataan
            yang cukup terkenal, “…bahwa semua tanah yang tidak ada bukti hak




                 25 Sukarno, Indonesia Menggugat, Pidato Bung Karno di Muka Hakim Kolonial,
            Yogyakarta: YUI, 2003. Lihat juga Yance Arizona, “Indonesia Menggugat! Menelusuri Pandangan
            Soekarno terhadap Hukum”, www.yancearizona.net. Diakses pada tanggal 23 November 2014.
                 26 “Regeerings Reglement 1854 pasal 64 alinea 3 menyebutkan pengakuan hak adat:
            “Tanah-tanah yang dibuka oleh rakyat untuk pengonan umum atau keperluan lain, termasuk
            dalam desa”, sebagai pengakuan akan adanya hak desa atas tanah dalam lingkungannya.
            Di tempat-tempat tertentu ada tanah-tanah yang menjadi kekuasaan wilayah (daerah)
            yang dinamakan Tanah Ulayat di Minangkabau, tanah Pertuanan di Ambon, Panjampeto,
            Parabumian, dsb.”, namun status tersebut tidak “berlaku” lagi menurut Stbl. 1896 no. 44 dan
            Stbl 1925 no. 649, lihat Mochammad Tauchid, Masalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan
            dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Yogyakarta: STPN Press, 2009, hlm. 15 dan 132.


            28      Kelembagaan
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64