Page 104 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 104

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               Kinnard: 1999). Namun demikian, kekayaan flora belum terungkap
               seluruhnya dan masih sangat terbatas jumlahnya. Di perkirakan 15% dari
               flora Sulawesi adalah bersifat endemik Sulawasi. (Pitopang: 2011). Sulawesi
               mempunyai pula hutan bakau dan pohon kelapa di pesisir pantai. Juga,
               tumbuhan merambat seperti rotan, jumlahnya sangat masif di dataran
               tinggi Sulawesi. Sejak abad 19, rotan menjadi sumber nafkah para petani
               yang hidup didataran tinggi Sulawesi. Sementara itu, tanaman kelapa,
               terutama buah kelapa diolah menjadi kopra adalah nafkah hidup dari
               penduduk pesisir pantai Sulawesi, seperti Makassar dan Manado.


               Konteks Kolonial

                   Perkebunan-perkebunan kelapa, kemudian diolah menjadi produk
               kopra tidak secara langsung dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar.
               Perdagangan kopra di Sulawesi berlangsung dengan sistem kontrak.
               Rumah-rumah dagang (handelvereeniging) memberikan kredit kepada
               petani melalui peranta (broker). Jaminan dari kredit yang diberikan
               kepada petani pengumpul kopr 306a harus memberikan jumlah tertentu
               pada panen kopra atau penyewaan tanah dalam jangka waktu tertentu
               bagi industri kopra (Lerissa 2002: 319).  Terdapat perbedaan besar dalam
               penguasaan tanah sebelum Sulawesi Selatan ditaklukan oleh ekspedisi
               militer pada awal abad 20. Sebelum penaklukan oleh militer, penguasaan
               tanah di Sulawesi Selatan pemakaiannya diatur oleh para bangsawan
               kerajaan. Sepanjang abad 19 penguasaan tanah menjadi tanda-tanda ke-
               besaran bangsawan kerajaan dan dipergunakan memantapkan hu-
               bungan patron-klien antara bangsawan dan para pengikutnya (Pelras
               2000:). Sementara itu, pada abad 19 di Sulawesi bagian utara Walak, wakil-
               wakil kepala pribumi berbasiskan keluarga di Minahasa bersama peme-
               rintah Hindia Belanda menyelenggarakan penanaman wajib untuk
               tanaman kopi. Namun demikian,  penguasaan tanah masih dalam keku-
               asaan komunal (Henley: 1996).  Untuk lebih jelasnya masyarakat Sulawesi
               Selatan dan Utara dalam hubungan-hubungan produksi sosialnya perlu
               diletakkan dalam konteks kolonial. Terdapat perbedaan yang mencolok
               antara Sulawesi Selatan dan Utara dalam penerimaan pengaruh kolonial.
               Sulawesi Selatan ditaklukan dengan kekerasan militer oleh Belanda

                                                                         95
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109