Page 108 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 108
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
Ketika pemerintah kolonial Belanda melakukan ekspedisi militer
tahun 1905 relasi bagi hasil tidak dihapuskan. Tetapi persekutuan-perse-
kutuan adat dimodernisasikan, tanah bukan lagi sebagai hak milik,
namun sebagai hak pakai (tanah palatta). Tanah hak pakai itu bisa disewa-
gadaikan kepada pasar, pembeli tertinggi yang bisa menggarap tanah.
Jumlah sewa tahunannya bisa mencapai f. 3. 700 gulden (Scheltema 1985:
84). Sementara itu, bangsawan dan pangeran di Sulawesi tidak lagi
menguasai tanah dan mereka digaji dengan uang tunai oleh pemerintah
kolonial. Juga, bangsawan-bangsawan yang melakukan perlawanan
ditangkap dan dibuang ke luar Sulawesi (Harvey 1989: 51).
Penaklukan
Bentuk administrasi di wilayah Pemerintahan Sulawesi dan Daerah
Bawahan di daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara adalah bentuk peme-
rintahan militer sipil. Terjadi perubahan-perubahan relasi sosial di
masyarakat, terutama hubungan antara kerajaan dan rakyat yang telah
berjalan lama, terutama hubungan bagi hasil yang telah dideskripsikan
di atas. Selain itu, kekuasaan kolonial Belanda membagi dua pemerin-
tahan di Sulawesi Selatan dan Tenggara yakni pemerintahan langsung
dan pemerintahan yang berdiri sendiri. Perubahan mendasar dengan
digelarnya administrasi kolonial itu adalah dijalankannya pemungutan
pajak terhadap masyarakat (Poelinggomang 2004: 112). Terdapat perbe-
daan dalam pemungutan pajak di pemerintahan langsung dan pemerin-
tahan sendiri. Bagi pemerintahan langsung, setelah pengumpulan dan
penghitungan pengeluaran, pajak disetor ke Batavia. Dari sana ditentu-
kan pengeluaran pajak yang nyata akan ditentukan. Sementara itu, peme-
rintahan sendiri, penarikan pajak dilakukan oleh penghulu dan kepala
desa yang penguasaan akhir berada di kas pemerintahan afdeling.
99