Page 105 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 105

Hilmar Farid, dkk.
            dengan pemaksaan penandatanganan korte verklaring (ikrar pendek).
            Sementara itu, pada abad 17 datuk-datuk Minahasa dibagian utara Sula-
            wesi mengundang VOC di Pos perdagangan Ternate untuk menyelamat-
            kan Minahasa dari rongrongan balatentara Spanyol (Henley 1996: 36).

                Perkembangan masyarakat Sulawesi di pesisir dan dataran rendah
            bagian selatan dan utara melakukan kontak pada abad 17 dengan pengu-
            asa-penguasa kolonial, terutama Belanda, Spanyol dan Portugis. Setelah
            Belanda berhasil mengeluarkan Spanyol dan Portugis dari wilayah per-
            dagangan rempah-empah itu, Belanda pada tahun 1654 mendirikan
            benteng di Minahasa sebagai simbol pengakuan kedaulatan Belanda di
            Minahasa. Masyarakat Minahasa memandang Belanda sebagai sekutu
            bukan sebagai penakluk. Sementara itu, sejak 1792 VOC telah mendirikan
            pos perdagangan ke 13 di Makassar. Kontrol terhadap Minahasa diseleng-
            garakan oleh VOC dari pos perdagangan di Ternate dan Ambon.





















             Peta Pos Perdagangan V.O.C. di Indonesia 1792, Sumber Robert Cribb. Digital
                              Atlas of Indonesia History 2010.

                Awal ekspansi dan perluasan teritori Belanda di Sulawesi Selatan
            ditandai oleh perjanjian Bongaya tahun 1687. Meskipun perjanjian
            Bongaya hanya menaklukan kerajaan Goa yang dipimpin oleh Sultan
            Hasanudin. Akan tetapi, sejumlah kerajaan yaitu Bone, Ternate, Tidore,
            Buton, Soppeng dan Luwu ikut serta dalam perjanjian itu (Harvey 1989:
            48). Inti dari perjanjian itu adalah melepaskan semua wilayah kerajaan
            itu sendiri tidak melakukan hubungan lebih lanjut dengan kekuatan

            96
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110