Page 101 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 101
Hilmar Farid, dkk.
copracontracten telah berlangsung sejak awal abad 20, ketika petani-
petani di Minahasa melakukan transformasi dengan melepaskan pena-
naman wajib kopi pada akhir abad 19. Sistem perdagangan kontrak kopra
adalah wujud integrasi produk pertukaran komoditi untuk pasar dunia.
Untuk dapat mengatasi jarak geografi dan kekurangan infrastruktur
bentangan alam dipergunakan sistem kredit agar berlangsung akumulasi
kapital (Harvey 2001: 245). Perusahaan-perusahaan dagang atau handel-
vereeniging memberikan kredit kepada petani-petani kopra dengan
jaminan hasil panen diserahkan kepada rumah dagang. Dengan tam-
bahan, transportasi pengangkutan kopra dari tempat produksi ke pela-
buhan untuk distribusi ditanggung oleh pedagang perantara. (Lerissa
:2002). Sejak abad 17, baik Makasar dan Manado telah ditaklukan oleh
perusahaan dagang Belanda, VOC untuk kepentingan perdagangan. Di
wilayah bagian selatan Sulawesi terdapat lengkap fakta hirarkhi sosial
dari bangsawan keturunan dari langit hingga budak-budak jelata (Reid:
2000). Juga, di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan yang berpengaruh
bagi orang Bugis dan Makasar yakni Bone dan Goa.
Sementara itu, di ruang agraria dipegunungan dan bukit-bukit terjal
terletak di bagian tengah, utara dan bagian selatan Sulawesi akhir tahun
1990-an penduduknya melakukan transformasi dengan menanam kokoa,
kelapa sawit, cengkeh dan meneruskan penanaman kopi seperti di danau
Lindu dan Tana Toraja. Hampir sebagian besar penduduk dipegunungan
meninggalkan penanaman produk pokok seperti beras dan jagung dan
mereka beralih ke tanaman ekspor seperti kelapa sawit dan kokoa. (Li
2008). Salah satu tempat pengunungan yang menghasilkan tanaman
ekspor kokoa adalah Tinombo-Tomini merupakan kampung sekitar
30.000 orang Lauje, sebuah ruang yang secara kasar dipisahkan antara
bukit-bukit terjal dan bidang sempit pesisir (Li 1996). Juga, daerah taman
nasional Loro Lindu dataran tinggi di Sulawesi Tengah tempat kediaman
orang-orang Katu yang sejak lama bekerja sebagai petani kopi dan
penarik rotan. Di hutan Loro Lindu terdapat 12 jenis rotan, tetapi hanya
dua jenis rotan yang mempunyai harga dipasar. (D’Andrea 2003). Di
ruang geografi pegunungan Sulawesi tidak terdapat sekolah, orang tua
yang mempunyai uang akan mengirimkan anaknya bersekolah ke daerah
92