Page 135 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 135
Hilmar Farid, dkk.
Masih terdapat pertanyaan tersisa mengenai produk kopra yang
mempunyai kaitan dengan pasar dunia. Apakah produk kopra bukan
pendapatan utama dari penduduk kopra? Apakah sifat demografi dari
penduduk Minahasa pada periode kontrak kopra tidak mendukung
produksi kopra? Untuk pertanyaan yang pertama, pendapatan pendu-
duk Minahasa yang paling besar berasal dari gaji pemerintah dan pensiun
pegawai negeri. Pada 1932, pendapatan dari gaji pegawai negeri dan pen-
siun mencapai f. 3.360.000,- dibandingkan dari hasil penjualan kopra
pada tahun yang sama adalah f. 2.640.000,- berada di tempat kedua.
(Henley 1996: 128). Terutama sejak harga kopra jatu di tahun 1930-an
orang-orang Minahasa mengalihkan penghasilan mereka dari berkerja
di pemerintahan dan perusahaan swasta. Bahkan untuk petani-petani kopra
hasil dari kontrak kopra banyak dipergunakan untuk sekolah anak mereka
agar bisa bekerja di perusahaan seperti KPM (pelayaran) dan di bank.
Kemudian, secara demografi penduduk Minahasa adalah bukan
hidup dari mata pencaharian kopra. Pada 1930-an, banyak penduduk
Minahasa, sekitar 8.000 orang tinggal di kota Manado, sedangkan lainnya
tinggal di desa-desa. Petani yang terkait dengan produksi kopra kurang-
lebih mencapai 1000 orang (Henley 1996: 129) dan itu sudah termasuk
tenaga kerja yang mengurus produksi kopra. Di Minahasa tidak terjadi
ledakan penduduk seperti migrasi tenaga kerja dari tempat lain mema-
suki perkebunan-perkebunan kelapa untuk menggerakkan industri
kopra. Meskipun, petani-petani kopra dibantu kredit oleh pedagang
perantara dan rumah-rumah dagang, akan tetapi tidak terjadi kompetisi
diantara mereka untuk lebih mengaktifkan pergerakan kapital. Sistem
kredit memperbolehkan memperluas ruang geografi, karena alasan jarak
antara ruang produksi dengan pasar (Harvey 2001: 249).Walaupun,
terbentuk pula pasar domestik yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan
pokok dan juga keperluan konsumsi seperti tekstil, tetapi belum ter-
bentuk tenaga kerja masif untuk industri kopra. Juga, proses kapitaisme
agraria menghalangi perkembangan kapital (Benrstein 1994: 73) Hal ini
terjadi ketika rumah-rumah dagang pada 1918 berhasrat menguasai tanah
agrarian dan dihalangi oleh keputusan pemerintah melarang pihak
swasta menguasai atau menyewa tanah perkebunan di Minahasa. Kepu-
126