Page 136 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 136
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
tusan itu membuat rumah-rumah dagang hanya terlibat dari jauh dalam
proses kontrak kopra. Meskipun tahun 1930-an terjadi transformasi
pemilikan tanah dari petani-petani kopra ke pada pedagang-pedagang
perantara, karena penghasil kopra tidak mampu mengembalikan pin-
jamannya. Perpindahan pemilikan tanah itu membuat transformasi hu-
bungan-hubungan sosial, harga kopra ditentukan oleh pedagangan
perantara yang telah memiliki perkebunan dan pada 1937 membuat
produksi kopra mengalir kembali dan bergantung kepada pasar dunia.
Penutup
Kemunculan kapitalisme agraria di Sulawesi baik di dataran rendah
atau pesisir maupun dataran tinggi mempunyai hubungan-hubungan
sosial produksi yang khusus. Di Sulawesi Selatan dan sekitar daerah
Makassar terdapat bentuk produksi agraria dengan menyelenggarakan
bagi hasil. Proses bagi hasil antara pemilik tanah dengan petani yang
tidak bertanah merupakan produksi sosial yang telah berlangsung pada
tahap feodalisme. Persoalan pokok adalah petani-petani itu masih mem-
punyai akses pada agraria atau samasekali bergantung pada bagi hasil.
Kemungkinan besar pada periode itu petani-petani masih mempunyai
akses untuk mendapatkan pekerjaan yang berkaitan dengan agraria
seperti pertukangan. Namun, terdapat ‘hukum gerak’ yang menggerak-
kan kelas petani mulai menjual tenaga bekerjanya secara tetap. Semen-
tara itu, untuk dataran tinggi di Tomini-Tinombo konsentrasi pemilikan
tanah berlangsug pada 20 tahun belakangan ini. Penduduk Lauje terpikat
dengan tanaman kokoa agar nafkah hidup mereka mengalami peru-
bahan. Petani-petani di Lauje menjual tanah mereka tanpa berunding
dengan istri atau saudara perempuan yang menjadi sahabat dalam men-
cari nafkah agraria. Banyak perempuan-perempuan sekarang bekerja
mengurus pohon-pohon kokoa sebagai buruh upahan. Kemudian, di
dataran tinggi Lindu, petani-petani Katu dapat mencegah negara yang
disponsori oleh koporasi yang memaksa memindahkan mereka dari tem-
pat pencarian nafkah. Namun, dewasa ini petani-petani di Lindu dalam
mendistibusikan rotan yang mereka peroleh dari hutan diperantarai oleh
manejer taman nasional agar produksi rotan dapat kontinyu untuk pasar.
127