Page 131 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 131

Hilmar Farid, dkk.
            Kontrak Kopra

                Kontrak kopra sebagaimana disinggung sedikit di atas adalah pe-
            ninggalan perdagangan pada era penanaman kopi awal abad 19 yang
            diperbaharui oleh petani produsen kopra dan para pedagang perantara
            kopra. Juga, sebagaiman sekilas dikemukakan di atas terdapat tiga lem-
            baga yang terlibat dalam kontrak kopra. Untuk kepentingan penguraian
            perlu masing-masing dijelaskan statusnya dalam kontrak kopra. Pertama,
            petani kelapa yang mempunyai kebun pohon kelapa memanen kelapa
            mereka dan kemudian diolah menjadi kopra. Petani Minahasa tertarik
            dengan budidaya kopra karena prosesnya mudah, tenaga kerja tidak
            begitu banyak dan terkait erat dengan pasar dunia. Para produsen kopra
            yang mempunyai perkebunan luas ketika memanen kelapa membutuh-
            kan tukang panjat. Setiap petani kelapa di Minahasa bisa mempunyai
            pohon 780 hingga 800 pohon kelapa. Pemetikan kelapa dilakukan oleh
            buruh panjat musiman yang berasal dari pulau Sangir, Talaud dan or-
            ang-orang Gorotalo (Wahono 1996: 98). Kemudian setelah dipetik kelapa
            dikumpulkan di tanah lapang dan dibuka serabutnya.



















               Pengupasan serabut kelapa untuk proses pembuatan kopra di Manado
                                tahun 1924, Koleksi KITLV

                Setiap buruh panjat pohon kelapa dapat memanjat 80 pohon per
            hari dan mereka memperoleh upah f. 4 hingga f. 8,- untuk satu hari kerja
            (Wahono 1996: 99). Setelah dijemur ditanah lapang, kelapa kering akan
            akan dibawa ke tempat pengasapan yang dikenal dengan proses
            pengeringan foefoe. Untuk daerah Minahasa kelapa dijadikan kopra

            122
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136