Page 128 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 128

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               tidak mendapat jatah garapan pada waktu tertentu dipersilahkan untuk
               menyewa (Wahono 1996: 54). Kemudian walak diubah oleh Belanda
               menjadi distrik. Karesidenan Minahasa dibentuk pada 1824, karesidenan
               dibagi menjadi beberapa afdelingen masing-masing dengan asisten
               residen sendiri, serta dibagi dalam sejumlah onderafdelingen yang ma-
               sing-masing dikepalai seorang kontrolir. Basis sistem administrasi adalah
               desa-desa lokal yang diorganisir kedalam distrik, masing-masing dengan
               kepala distrik sendiri. Awalnya tanah itu munjukkan distrik Manado dan
               warga masyarakat yang datang ke Manado, kemudian dicatatkan sebagai
               tanah pribadi (eigendomspersooneel) dari penduduk yang mendiami dis-
               trik tersebut. Sebagai gantinya, para pemilik persil di distrik Manado
               diwajibkan membayar sewa untuk kas distrik. Kepala distrik berperan
               sebagai penguasa tanah di distriknya. Karena itu penguasaan tanah dapat
               dipindah-tangankan kepada kepala distrik penggantinya (Wahono 1996:
               45).
                   Pada abad 19, di Minahasa tidak ada kelompok masyarakat yang tidak
               memiliki tanah. Terjadinya penyewaan tanah walak atau distrik tidak
               berarti penyewa itu tidak memiliki tanah, tetapi bisa jadi tidak menda-
               patkan giliran menggarap tanah pada musim tanaman tertentu, semua
               kategori tanah kalakeran (tanah distrik) tersebut dalam perkembangan-
               nya mengalami proses menjadi tanah pribadi atau pasini. Luas tanah
               pasini dari anggota walak kemungkinan tiap keluarga memiliki tanah
               seluas 15 sampai 20 tetek (1 tetek = 0,5 bau. 1 bau= 0,7 ha) (Wahono 1996:
               57). Petani-petani Minahasa menanam dengan berpola peladangan.
               Tanah yang digunakan setiap musim tanam mengalami pengosongan
               2-4 tahun agar menjaga kesuburan tanahnya. Jadi anggota distrik yang
               memiliki 15 tektek dapat menggarap tanahnya antara 3-5 tektek untuk
               setiap musim tanam. Perbedaan luas pemilikan tanah dan menggarap
               tanah setiap musim tanam tergantung luas tanah dan jumlah penduduk.
               Namun, pada 1877 pemerintah kolonial berupaya menggantikan sistem
               penguasaan dan pemilikan tanah itu dengan penguasaan milik negara
               (domein verklaring). Kemudian pada 1877 pula kepala-kepala Minahasa
               menolak usulan itu dan menulis surat ke Gubenur Jenderal dan parlemen
               Belanda (Tweede Kamer) agar keputusan itu ditarik kembali, jika Mina-

                                                                        119
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133