Page 134 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 134
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
Insulinde dan Jurgens yang memproduksi kopra menjadi sabun, mar-
garin dan minyak goreng (Asba 2007: 56). Namun demikian, rumah-
rumah dagang banyak mengundurkan diri setelah banyak petani yang
tidak bisa mengembalikan pinjaman dan depresi ekonomi yang membuat
perdagangan kopra terpuruk.
Pada tahun 1932, petani kopra dengan hutang sekitar 2-3 juta gul-
den membuat beberapa pihak dari masyarakat seperti Minahasaraad,
dewan Minahasa sebuah lembaga hasil dari desentralisasi berupaya untuk
membantu petani. Kemudian beberapa tokoh masyarakat mendirikan
koperasi yang mendapatkan bantuan dari bank perkreditan untuk mem-
beli langsung hasil kopra petani. Koperasi itu bernama Produce Verkoop
Centrale (PVC) yang juga berfungsi agar mengurangi petani dari
ketergantungan pihak perdagang perantara. Organisasi PVC mendapat
bantun dari Algemeene Volks Creeditbansken (AVB) sebesar 350.000
gulden untuk membeli kopra petani (Lerissa 2002: 324). Pada 1936, Mere-
ka berhasil membeli sekitar 70 persen dari produksi kopra petani.
Namun demikian peran dari PVC lambat-laun telah cenderung seperti
pedagang perantara yang menjadi penghubung petani ke pasar dunia.
Pada 1940, dilakukan penelitian oleh pemerintah terhadap masalah per-
kreditan kopra dan tahun itu pula dikeluarkan Ordonatie Kopracontracten
yang intinya menegaskan bahwa kontrak kopra harus berdasarkan hu-
kum dan legal serta penggunaan bunga pinjaman tidak lebih dari 5
persen. Selain itu, pemerintah daerah harus menseleksi para pedagang
perantara dalam praktek kontrak kopra. Pada tahun 1941, kembali harga
kopra merosot dan bahka pada tingkat tidak yang mau membeli. Hal ini
disebabkan kesulitan pengangkutan kapal laut dan beberapa negara
Eropa telah dikuasai Nazi Jerman. Sehingga pihak pemerintah
mendirikan Yayasan Kopra atau coprafonds. Pihak Yayasan Kopra
melakukan pembelian kopra dengan harga minimal yakni 4-5 gulden
untuk satu pikul dan mereka timbun di beberapa tempat di Minahasa,
salah satunya di pelabunan Bitung. (Lerissa 2002: 325). Yayasan kopra
mendapatkan bantuan keuangan dari Javaasche Bank dengan harapan
kopra yang ditumpuk dibeberapa tempat itu bisa bermanfaat di masa
depan.
125