Page 227 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 227
Hilmar Farid, dkk.
yakni adat, tampak jelas bagaimana keduanya saling memengaruhi. Dikaji
peran penguasa lokal sebagai perantara dalam kekuasaan kolonial di Nusa
Tenggara dan hubungannya dengan akses terhadap tanah dan hak milik
yang ada di atasnya. Kajian terhadap sejarah-geografi Nusa Tenggara
membutuhkan pengetahuan yang cukup tentang proses pembentukan
kapital dan cara kerja kolonialisme itu sendiri di wilayah ini, juga dibu-
tuhkan suatu pemahaman tentang sistem kekerabatan atau adat-istiadat
setempat.
Begitu pula gambaran di tanah Priangan. Proses globalisasi komo-
ditas dalam sejarah Priangan membawa perubahan agraria yang dramatis,
tanah, hubungan produksi (kekuasaan), laba, dan tenaga kerja, yang
kesemuanya itu diikat oleh beroperasinya satu sistem (ekonomi-politik)
baru bernama kolonialisme. Penanaman kopi di tanah ini dijalankan
melalui tanam paksa, kerja paksa, mobilisasi penduduk dan perubahan
penggunaan tanah, hingga penyerahan wajib atas biji kopi yang dipetik,
yang mengakibatkan dampak kesengsaraan bagi masyarakat Priangan
(Breman 2014). Ekonomi kolonial yang berlangsung sejak hadirnya
perusahaan dagang VOC pada abad XVIII hingga berakhirnya era Kerja
Paksa ini melahirkan masyarakat kuli. Selanjutnya, sistem ini menandai
babak baru bagi ekonomi Liberal. Hadirnya perusahaan-perusahaan per-
kebunan swasta dengan cepat menyedot mereka sebagai tenaga kerja
lepas dan murah.
Noer Fauzi Rachman telah menyingkap politik agraria tiga abad yang
benar-benar memengaruhi hidup rakyat petani Priangan. Krisis agraria,
termasuk ratusan kasus konflik agraria di dataran tinggi di Priangan,
sangat berhubungan dengan cara elit negara menggunakan kekuasa-
annya dan sistem agraria kapitalisme di masa kolonial dan pascakolonial
bertumbuh dan berkembang.
Apakah cara pandang terhadap pertumbuhan kapitalisme ini sebuah
totalisasi didalam membaca sejarah-geografi kepulauan Indonesia? Bila
merefleksikan capaian historiografi Indonesia di satu sisi, dan di sisi
lain kajian mengenai tata ruang yang didominasi bersifat teknis-regulatif;
maka pertanyaan itu justru lebih tepat jika diubah menjadi: apakah
218