Page 225 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 225

Hilmar Farid, dkk.
                Kami menyadari bahwa dinamika agraria Indonesia selain ditelaah
            dengan pendekatan kronologi, waktu demi-waktu; juga perlu dikaji
            dengan pendekatan spasial, geografis, di sepanjang kepulauan Indone-
            sia. Termasuk kronologi itu sendiri juga harus disusun untuk masing-
            masing kepulauan di wilayah geografis yang memiliki konteks historis
            yang berbeda-beda, yang bergerak secara timbal balik dan saling me-
            mengaruhi di level lokal, nasional dan global.

                Di situlah perlunya merumuskan sejarah-geografi agraria, berupa
            melihat pemaduan antara waktu dan ruang manusia dalam mereka
            mengelola (dan berkompetisi) terhadap sumber daya agraria: waktu yang
            memadat menjadi ruang; dan ruang yang mencair mewujud waktu.
            Tempat adalah proses, bukan sesuatu yang fiks sebagai arena terjadinya
            kontestasi tersebut; dan waktu adalah ruang dimana perjalanan manusia
            terhadap alam—dan sebaliknya—itu ditempatkan, ditandai dan
            dimaknai.

                Lantas apa yang membuat kepulauan Indonesia ini berubah dan
            mengekal?  Pada bagian depan telah dijelaskan bahwa diperlukan bingkai
            yang bisa membantu memahami himpunan informasi yang kompleks
            tentang sejarah agraria yang begitu beragam di Nusantara: perlunya ana-
            lisis tentang ekspansi kapital secara geografis dalam lintasan sejarah
            kepulauan Indonesia. Berbagai tulisan dalam naskah ini, terdiri dari
            pengalaman sejarah-geografis di Sumatera,  Kalimantan, Sulawesi, Nusa
            Tenggara, dan Pringan di pulau Jawa, sepakat bahwa ekspansi kapital-
            lah yang mengubah ruang-waktu manusia dan alam.



            Kolonialisme dan Kapitalisme

                Uraian mengenai Sumatera yang ditulis Razif menjelaskan bahwa
            ruang geografi pantai timur Sumatera adalah bukti dari bagaimana
            kapital bisa masuk dalam berbagai konstruksi kekuasaan dan sosial yang
            ada. Konsesi agraria yang diterima oleh pemilik kapital asing dalam per-
            kebunan tembakau, karet, teh dan kelapa sawit, berasal dari elit tradi-
            sional (para sultan). Bangunan tradisionalisme setempat tidak perlu
            dihancurkan, tapi direkonstruksi dalam konteks pemapanan negara baru

            216
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230